Zulkifli Anwar Satu-satunya Petahana Yang Tidak Memainkan Para Pejabat Dalam Momen Pilkada. Oleh SyahidanMh – MAJALAH NATAR AGUNG.

0

nataragung.id – Lampung Selatan – Saya tertarik membuat tulisan ini, ketika membaca tulisan para pendukung Nanang Ermanto-Antoni Imam dan Radityo Eggi Pratama-Syaiful Anwar baik WAG maupun di media on-line yang saya ikuti meributkan ketidak hadiran para pejabat, camat dan kades dalam sebuah acara yang di gagas oleh Kementerian Desa dan PDT yang kebetulan acara tersebut berlangsung di Kabupaten Lampung Selatan. Postingan yang saya baca baik di WAG maupun di berita On-line, tentu terdapat pro-kontra yang cukup tajam dan tentu para pendukung saling menjagokan jagoannya masing-masing.

Sejak pertama kali Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung tahun 2005, hanya H. Zulkifli Anwar satu-satunya calon petahana yang tidak memanfaatkan para ASN yang terdiri dari para pejabat, para camat bahkan para kepala desa.
Pilkada tahun 2005 adalah untuk kali kedua H. Zulkifli Anwar maju sebagai Bupati.
Zulkifli Anwar berpasangan dengan Wendy Melfa. Sedangkan kompetitornya adalah Mukhtar Husin-Maryanto, Fadhil Hakim- Emi Gemiarsih dan Kiswoto-Ghufron Aziz Fuadi.
Mukhtar Husin kala itu adalah Wakil Bupati Lampung Selatan, Maryanto adalah Asisten 1 Pemkab Lampung Selatan. Emi Gemiarsih dan Gufron Aziz Fuadi adalah anggota DPRD Propinsi Lampung dari PDIP dan PKS. Kiswoto dokter yang bertugas di Pemkab Lampung Selatan dan hanya Fadhil Hakim calon bupati yang berstatus sebagai wiraswasta.
Pilkada 2005 Zulkifli Anwar tidak memperdulikan dan bahkan memberikan kebebasan sebebas-bebasnya kepada para pejabat, para camat dan para Kepala Desa untuk bermain dan mendukung siapa saja, tanpa takut diberi sanksi atau di intimidasi oleh Bupati Petahana.
Maka tidak heran, saat Pilkada, dukungan para pejabat di Lampung Selatan bertebaran kepada pasangan calon yang mereka inginkan. Begitu juga para camat (saat itu Lampung Selatan masih meliputi Pesawaran) dan para kades juga dibiarkan bermain sendiri-sendiri.
Tanpa menyebutkan nama (meski saya tahu), ada beberapa pejabat, baik eselon II dan III, camat serta Kades yang secara terang-terangan mendukung Mukhtar Husin- Maryanto bahkan bukan satu dua kali ter-ekspose di media masa. Tapi Zulkifli Anwar tidak ambil pusing dengan para pejabat yang tidak mendukungnya.
Hasil pilkada 2005 menempatkan Zulkifli Anwar-Wendy Melfa sebagai pemenang, dan setelah keduanya dilantik, Zulkifli Anwar tetap memperlakukan para pejabat yang berseberangan itu secara baik, jabatannya tetap aman tanpa dikutak-katik. Saat itu Bang Zul, begitu saya biasa memanggil beliau hanya berkata datar, bahwa dirinya harus tetap memperlakukan orang-orang yang tidak mendukung dirinya secara baik, karena orang-orang itu mempunyai keluarga. “Kalau saya copot mereka, bagaimana dengan keluarga mereka ini terkait rizky dan penghasilan, ucap Zulkifli Anwar pada suatu kesempatan.
Penekanan dan mobilisasi para pejabat mulai dilakukan pada tahun 2010. Saat itu Bupati Petahana Wendy Melfa akan maju dalam pilkada. Maka para pejabat, para camat dan para kades tidak boleh berseberangan dengan calon petahana.
Saya ingat suatu peristiwa dalam pilkada tahun 2010, ketika Pemerintah Propinsi Lampung bekerjasama dengan DPD KNPI Propinsi Lampung (karena saya saat itu adalah salah seorang wakil ketua) akan melakukan acara berupa kegiatan “Gempur Hama Tikus” di Kecamatan Seragi, Lampung Selatan. Saat acara berlangsung para pejabat Pemerintah Propinsi termasuk Bapak Joko Umar Said Wakil Gubernur Lampung telah ada dilokasi namun tidak ada satupun Pejabat, Camat dan kades di Lampung Selatan yang hadir di acara Gempur Hama Tikus yang di adakan oleh Pemerintah Propinsi Lampung.
Setelah diselidiki ternyata ada perintah dari calon petahana untuk tidak menghadiri kegiatan yang digelar oleh Pemerintah Propinsi Lampung dimaksud. Petahana bersikap demikian cukup wajar, karena pilkada 2010 Wendy yang berpasangan dengan Antoni Imam harus berhadapan dengan Rycko Menoza berpasangan dengan Eki Setyanto.
Publik faham bahwa Rycko adalah anak kandung Syahrudin ZP Gubernur Lampung kala itu. Para pejabat , camat dan kades dengan enteng mejawab bahwa ketidak hadiran mereka di acara Pemerintah Propinsi adalah bentuk loyalitas terhadap pimpinan (Bupati Petahana).
Namun meski calon petahana telah memobilisir para pejabat, camat dan para kades, dalam penghitungan suara Wendy harus mengakui keunggulan Rycko-Eki.
Mobilisasi para pejabat, camat dan Kades juga dilakukan oleh pasangan Rycko-Eki yang tetap satu paket di pilkada 2015. Sebagai mana kita ketahui di pilkada 2015 Rycko-Eki berhadapan dengan Zainudin Hasan- Nanang Ermanto (ZaiN) dan Sholeh Bajuri-A Ngadlan Jawawi (BAJA).
Memang dalam pilkada 2015 tidak ada bentuk pemboikotan acara yang diselenggarakan oleh jajaran pemerintah diatasnya, namun nuansa keberpihakan para pejabat, camat dan Kades sangat terasa sekali.
Pola Kampanye yang dilakukan pasangan ZaiN adalah dengan cara mengumpulkan warga dalam titik-titik kumpul yang telah ditentukan. Dalam satu kesempatan kampanye di sebuah desa di Kecamatan Natar, ada seorang kepala desa yang secara terang-terangan mengangkut warga masyarakatnya hanya agar masyarakat tersebut tidak menghadiri acara kampanye yang dilakukan ZaiN di desa itu. Kepala desa itu mengatakan bahwa perbuatannya atas perintah “pimpinan” tanpa disebutkan siapa pimpinan yang memerintahkan. Wal hasil warga masyarakat diangkut dengan mempergunakan puluhan bus ke sebuah pantai di wilayah Pesawaran dengan judul kegiatan “Family Gathering”. Namun pada lain kesempatan ketika Rycko berkampanye di sebuah desa juga di Kecamatan Natar, dengan terang-terangan Camat Natar dan beberapa kades termasuk kades yang mengangkut warga ke pantai juga ikut ngawal sang petahana kampanye.
Meskipun telah memobilisasi para pejabat, camat dan kades, Rycko-Eki harus kalah di tangan pasangan ZaiN.
Kini di Pilkada 2024 entah benar, entah tidak (namanya gosip/isu), kabar yang kencang berhembus sang petahana Nanang Ermanto juga di duga memobilisir para pejabat, camat dan Kades untuk mendukung dirinya dalam pilkada 2024. Bentuk dukungan tersebut secara jelas terlihat ketika Menteri Desa dan PDT yang sedang melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Lampung Selatan tidak dihadiri para pejabat, Camat dan para kades di Lampung Selatan. Ketidak hadiran mereka itu, saat ini tengah menjadi perdebatan serius di WAG yang saya ikuti. Mungkin para pejabat dan kades akan m memberikan jawaban yang sama seperti jawaban para pendahulu mereka yaitu bentuk loyalitas kepada pimpinan, sehingga merekapun enggan untuk hadir jika acara yang di gelar tidak ada bau-bau petahana.
Akhirnya mudah-mudahan dan saya berdoa, meskipun petahana dalam pilkada 2024 ini memakai pola yang sama dengan yang telah dilakukan oleh pendahulunya yaitu Wendy Melfa dan Rycko Menoza, semoga nasib Nanang Ermanto tidak sama dengan keduanya yaitu KALAH dalam Pilkada 2024.
(***)

Baca Juga :  Antara Semangat Anak Muda dan Pengalaman Orang Tua Dalam Pilkada. Oleh : H. Komiruddin Imron - MAJALAH NATAR AGUNG.

Penulis adalah penikmat politik, tinggal di Kecamatan Natar.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini