Perempuan dalam Adat. Oleh : Mohammad Medani Bahagianda *)

0

nataragung.id – BANDAR LAMPUNG – Perempuan dalam struktur adat masyarakat Lampung memegang posisi yang strategis, meskipun seringkali tidak tampak menonjol dalam narasi dominan. Masyarakat adat Lampung terbagi dalam dua sistem utama, yakni Saibatin dan Pepadun, yang masing-masing memiliki tatanan adat, norma, dan filosofi tersendiri.

Dalam konteks ini, perempuan tidak hanya menjadi pelaku budaya dalam rumah tangga, tetapi juga penjaga nilai-nilai sosial, spiritual, dan simbolik.

Judul “Perempuan dalam Adat” menjadi penting untuk dikaji ulang secara mendalam, mengingat transformasi sosial, modernisasi, serta meningkatnya kesadaran gender di tengah masyarakat Indonesia, khususnya di Provinsi Lampung.

Pembahasan mengenai perempuan dalam adat menjadi sangat relevan karena dunia tengah bergerak menuju kesetaraan gender sebagai prinsip dasar pembangunan berkelanjutan.

Perempuan Lampung, secara historis, telah berkontribusi besar dalam menjaga tatanan adat, merawat identitas budaya, serta menjadi penghubung dalam relasi sosial masyarakat adat. Namun, peran ini tidak selalu mendapatkan pengakuan yang setara dengan peran laki-laki.

Di tengah arus modernisasi dan globalisasi, identitas perempuan adat menghadapi tantangan ganda: mempertahankan budaya sekaligus menuntut kesetaraan.

Judul ini menjadi refleksi kritis atas posisi perempuan adat hari ini, antara pengabdian budaya dan perjuangan hak.

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Lampung, perempuan adat memainkan banyak peran yang penting: mereka adalah ibu, guru budaya, mediator sosial, pengelola ekonomi keluarga, bahkan pemilik otoritas simbolik melalui gelar adat tertentu.
Dalam tradisi Saibatin, meski sistemnya bersifat patrilineal, perempuan dapat menjadi pewaris nilai-nilai dan pelaku aktif dalam pelaksanaan upacara adat. Dalam sistem Pepadun, perempuan terlibat dalam proses musyawarah adat (pepung) dan berperan dalam kelangsungan sistem marga.
Selain itu, perempuan juga menjadi pengatur harmoni keluarga melalui ajaran piil pesenggiri, sebuah filsafat hidup yang menekankan harga diri, etika, dan kehormatan.

Baca Juga :  Ike Edwin dan Kepeduliannya terhadap Masa Depan Adat Budaya Lampung. Oleh : Mohammad Medani Bahagianda (Dalom Putekha Jaya Makhga)

Dalam konteks ini, perempuan menjadi penjaga moral komunitas. Mereka juga berperan dalam melestarikan warisan budaya seperti seni tari, nyanyian adat, busana tapis, serta tradisi pengobatan lokal.

Sayangnya, minat generasi muda terhadap peran perempuan dalam adat semakin memudar. Banyak perempuan muda Lampung yang tidak lagi memahami struktur adat keluarganya, makna gelar adat, atau bahkan filosofi budaya yang menjadi dasar kehidupannya.

Hal ini diperparah oleh kurangnya pendidikan budaya di sekolah dan pengaruh budaya populer yang lebih menarik perhatian remaja. Dalam beberapa kasus, gelar adat perempuan ditinggalkan karena dianggap membebani atau tidak relevan dengan kehidupan modern.

Kesenjangan ini memperlihatkan bahwa generasi muda, khususnya perempuan, berada di persimpangan antara melestarikan identitas adat atau mengejar modernitas yang serba cepat.

Tantangan utama dalam pelestarian peran perempuan adat terletak pada ketimpangan representasi, marginalisasi simbolik, serta legalitas yang belum berpihak pada perempuan.
Dalam praktik pewarisan adat, perempuan seringkali tidak memiliki hak waris yang setara dengan laki-laki. Meski dalam beberapa kondisi mereka dapat menerima gelar adat, namun otoritas dan akses terhadap pengambilan keputusan tetap lebih banyak diberikan kepada laki-laki.

Baca Juga :  Serial Buku - Pi’il Pesenggikhi, Falsafah Hidup Orang Lampung Buku 2: "Sembah Rasa, Sopan dalam Bahasa" Oleh : Mohammad Medani Bahagianda *)

Masalah lain adalah beban ganda yang dihadapi perempuan adat. Mereka diharapkan menjalankan peran domestik sebagai ibu dan istri, sambil tetap aktif dalam kegiatan adat.

Namun, dukungan struktural terhadap peran ganda ini minim, baik dari komunitas adat sendiri maupun dari pemerintah. Belum lagi stigma terhadap perempuan yang terlalu “aktif” dalam kegiatan publik, yang dianggap tidak sesuai dengan norma kesopanan perempuan dalam adat.

Saran Strategis
1. Revitalisasi Pendidikan Budaya: Pemerintah daerah dan lembaga adat perlu bersinergi untuk memasukkan pendidikan adat ke dalam kurikulum lokal, dengan fokus pada peran perempuan dalam budaya Lampung. Hal ini penting untuk menumbuhkan kembali kebanggaan identitas dan memperkuat pemahaman budaya sejak dini.
2. Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Adat: Melalui pelatihan dan akses modal usaha, perempuan adat perlu difasilitasi agar mampu mengembangkan usaha berbasis budaya, seperti kerajinan tapis, kuliner tradisional, dan wisata budaya. Ekonomi yang kuat akan meningkatkan posisi tawar mereka dalam komunitas.
3. Reformasi Hukum Adat Lokal: Sistem hukum adat perlu diperbarui untuk memastikan bahwa perempuan memiliki hak dan perlindungan yang setara, terutama dalam hal pewarisan dan pengambilan keputusan. Partisipasi perempuan dalam lembaga adat harus didorong dan dilembagakan.
4. Kampanye Media dan Advokasi Budaya: Diperlukan kampanye publik yang menampilkan tokoh-tokoh perempuan adat inspiratif, baik melalui media sosial, televisi lokal, maupun acara budaya. Representasi positif akan membangun citra baru tentang perempuan dalam adat sebagai sosok yang kuat dan berdaya.

Baca Juga :  Adat Istiadat Lampung di Kabupaten Pesawaran : Kondisi Terkini dan Dinamika Sosial Budaya. Oleh : Mohammad Medani Bahagianda *)

Perempuan dalam adat Lampung bukan hanya pewaris budaya, tetapi aktor utama dalam membangun harmoni sosial, spiritualitas komunitas, dan kesinambungan identitas etnis.
Di tengah tantangan modernisasi dan tekanan sosial, peran ini perlu dikaji kembali dan diperkuat melalui strategi kultural, pendidikan, hukum, dan ekonomi.

Generasi muda, terutama perempuan, harus didorong untuk mempelajari dan menghargai akar budayanya, bukan hanya sebagai romantisme masa lalu, tetapi sebagai instrumen hidup yang aktif membentuk masa depan. Ketika perempuan adat diberdayakan, maka adat itu sendiri akan hidup dan dinamis.

Daftar Pustaka
1. Sulastri, R. (2021). Kedudukan Anak Perempuan dalam Sistem Pewarisan Adat Ulun Lampung Saibatin di Kecamatan Pesisir Tengah. Jurnal Sosia, 18(1), Universitas Lampung.
2. Guhnia, B. (2022). Peran Ganda Perempuan pada Masyarakat Lampung Pesisir. Skripsi, UIN Raden Intan Lampung.
3. Komnas HAM. (2021). Peran Perempuan dalam Masyarakat Adat: Studi Kasus dan Kebijakan. Jakarta: Komnas HAM.
4. Pemprov Lampung. (2023). Program Pengarusutamaan Gender dalam Adat dan Pemerintahan Lampung. Bandar Lampung: Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
5. Rahardjo, S. (2002). Hukum dan Masyarakat. Bandung: Penerbit Angkasa.

*) Penulis Adalah Saibatin dari Kebandakhan Makhga Way Lima. Gelar Dalom Putekha Jaya Makhga, asal Sukamarga Gedungtataan, Pesawaran. Tinggal di Labuhan Ratu, Bandar Lampung.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini