1. DUNIA YANG MEMPESONA
Suatu hari ketika Nabi tengah berkhutbah di hadapan orang-orang pada hari Jumat, datanglah kafilah perdagangan di kota Madinah. Ketika orang-orang yang berada di masjid mendengar kedatangan kafilah itu, mereka pun pergi meninggalkan masjid dan meninggalkan Nabi ketika sedang berkhutbah tanpa merasa bersalah.
Maka turun ayat ini
Dan apabila mereka melihat perdagangan atau permainan, mereka segera menuju kepadanya dan mereka tinggalkan engkau (Muhammad) sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah, “Apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perdagangan,” dan Allah pemberi rezeki yang terbaik. [Qs. Al-Jumu’ah/62 Ayat 11]
Begitu menggodanya manis dunia. Dia tidak memandang persahabatan, tidak melihat usia, tidak perduli status sosial. Semua siap menjadi obyek yang terpesonakan, sehingga mereka yang sekelas sahabat saja begitu tega meninggalkan rasulullah Saw yang sedang berkhutbah demi mengais keuntungan dunia yang belum pasti.
Bagaimana dengan kita yang tak pernah menatap wajah baginda Rasulullah saw, tidak pernah mendengar suaranya, tak pernah menyaksikan turunnya wahyu dan tidak pernah mengenyam pendidikan langsung dari beliau saw.Tentu, kita tak lebih rentan dan lemah dari para sahabat ra.
2. MENYERAH DAN ASA
Hidup kadang dihadapkan kepada suatu kondisi dua-duanya pahit, di depan ada jurang yang menganga sementara di belakang ada harimau yang siap memangsa.
Maju masuk jurang, mundur diterkam harimau. Mereka yang tidak percaya kepada sang Pencipta pasti sangat galau dan gelisah. Boleh jadi ia akan mencari jalan pintas, mengakhiri drama kehidupan dengan terjun langsung ke jurang, karena bersandar dan menggantungkan kehidupan hanya pada kekuatan yang nampak.
“Maka ketika kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa, “Kita benar-benar akan tersusul.” [Qs. Asy-Syu’ara/26 Ayat 61]
Beda halnya dengan mereka yang beriman dan meyakini bahwa ada kekuatan lain di balik semua kekuatan yang nampak. Mereka tidak akan pernah galau dan gelisah. Selalu meyakini pasti ada jalan keluar. Jiwanya selalu dipenuhi dengan harapan dan selalu bergantung pada Allah pemilik segala sebab. Tidak akan pernah terpikir olehnya mencari jalan pintas. Ia akan hadapi semuanya dengan kalimat yang menggelegar memenuhi ruang angkasa.
Dia (Musa) menjawab, “Sekali-kali tidak akan (tersusul); sesungguhnya Tuhanku bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” [Qs. Asy-Syu’ara/26 Ayat 62].
Bukankah harimau itu makhluq Allah sebagai mana laut juga makhluq Allah yang pasti akan tunduk kepada Pemiliknya.
Lalu Kami wahyukan kepada Musa, “Pukullah laut itu dengan tongkatmu.” Maka terbelahlah lautan itu, dan setiap belahan seperti gunung yang besar. [Qs. Asy-Syu’ara/26 Ayat 63]
Tentu untuk bersikap seperti sikap sayidina Musa As tidaklah mudah. Ia membutuhkan proses yang lama, tidak timbul seketika. Hanya mereka yang hati dan jiwanya selalu tersambung dengan Pemilik segala kekuatan dan teruji dalam perjalanan panjang yang sanggup mengatakannya.
Jiwa-jiwa yang kerdil tak akan mampu mengambil sikap seperti yang diambil sayidina Musa as.
Barakallahu Fiikum
Penulis : Komiruddin Imron, Lc.
Sgt mendukung ada media yg menyuarakan aspirasi warga utk natar agung lebih cpt terwujud
Sekali layar terkembang pantang perahu surut ketepi
…….
GASSS TERUSSS