nataragung.id, KESEHATAN – Dalam dunia pengobatan tradisional Indonesia, tidak semua produk herbal dikelompokkan sama. Terdapat tiga jenis kategori utama: jamu, obat herbal terstandar (OHT), dan fitofarmaka. Masing-masing kategori memiliki perbedaan signifikan dalam hal pengolahan, uji coba, dan bukti ilmiah, yang ditandai dengan logo khusus. Agar masyarakat tidak bingung, berikut ini penjelasan lengkap tentang perbedaan ketiganya.
1. Jamu: Obat Tradisional Berbasis Kearifan Lokal
Jamu adalah produk obat yang telah digunakan sejak lama dan berasal dari bahan alami seperti jahe, kunyit, temulawak, atau kencur. Obat jenis ini biasanya diolah dengan metode sederhana dan diwariskan secara turun-temurun. Khasiat jamu diperoleh dari pengalaman dan tradisi masyarakat, bukan dari uji klinis yang terukur secara ilmiah. Karena itu, penggunaannya lebih fokus pada menjaga kebugaran dan mencegah penyakit ringan.
Jamu belum melalui uji praklinis atau klinis, sehingga efektivitas dan keamanannya hanya didasarkan pada kebiasaan pengguna. Meskipun begitu, jamu tetap menjadi bagian penting dari budaya pengobatan Indonesia dan sering dipilih sebagai suplemen alami harian.
Logo jamu ditandai dengan gambar batang tanaman dan daun berwarna hijau, melambangkan kealamian dan sifat tradisional dari produk ini. Contoh produk jamu antara lain beras kencur dan kunyit asam.
2. Obat Herbal Terstandar (OHT): Produk Teruji Praklinis
OHT adalah produk herbal yang sudah melalui tahap lebih serius dibanding jamu. Produk ini menggunakan bahan yang distandarisasi, yang artinya setiap kandungannya sudah diukur dengan presisi untuk menjamin konsistensi kualitas. Selain itu, OHT telah melewati uji praklinis, yakni pengujian terhadap hewan laboratorium untuk memastikan bahwa produk tersebut aman dan memiliki efek biologis yang diharapkan.
Meskipun belum diuji sepenuhnya pada manusia, OHT menjadi pilihan bagi mereka yang membutuhkan suplemen herbal dengan kualitas yang lebih terjamin. Produk OHT sering digunakan untuk membantu memelihara kesehatan organ tertentu, seperti temulawak yang dikenal baik untuk fungsi hati.
Logo OHT berbentuk tiga bintang bersudut enam berwarna hijau, menggambarkan langkah awal dari standarisasi ilmiah dan pengembangan menuju tingkat yang lebih tinggi.
3. Fitofarmaka: Herbal dengan Standar Farmasi Modern
Fitofarmaka merupakan tingkatan tertinggi dalam pengobatan herbal karena telah melalui uji klinis pada manusia dan diproduksi dengan standar farmasi. Uji klinis memastikan bahwa produk fitofarmaka aman, efektif, dan dapat direkomendasikan secara medis untuk terapi penyakit tertentu. Selain itu, proses produksinya mengikuti cara pembuatan obat yang baik (CPOB), yang menjamin kebersihan dan kualitas di setiap tahap pembuatan.
Fitofarmaka bukan lagi sekadar suplemen, melainkan bisa digunakan sebagai bagian dari terapi pengobatan utama atau tambahan. Produk ini dapat diresepkan oleh tenaga medis karena efektivitasnya sudah terbukti secara ilmiah, misalnya pada obat herbal penurun kolesterol atau pengontrol diabetes.
Logo fitofarmaka berbentuk bintang bersudut enam menyerupai kristal salju, yang mencerminkan akurasi dan keakuratan ilmiah dalam setiap prosesnya.
Memahami perbedaan antara jamu, OHT, dan fitofarmaka sangat penting bagi konsumen agar dapat memilih produk herbal yang sesuai kebutuhan. Jamu lebih cocok untuk menjaga kebugaran dan digunakan sebagai suplemen harian. OHT menyediakan manfaat yang lebih terukur dengan uji praklinis, sedangkan fitofarmaka bisa digunakan sebagai alternatif atau tambahan dalam pengobatan medis karena sudah melalui uji klinis manusia.
Setiap kategori memiliki manfaat dan fungsinya sendiri. Dengan memperhatikan logo pada kemasan, konsumen dapat lebih mudah membedakan mana yang cocok untuk kebutuhan kesehatan mereka. Pilihan yang tepat tidak hanya membuat tubuh lebih sehat, tetapi juga memastikan penggunaan obat herbal secara bijak dan aman.