nataragung.id – Natar – Para pemimpin sejati di sepanjang zaman selalu memiliki hitung-hitungan dalam memutuskan kebijakan. Apalagi bila menyangkut hajat hidup orang banyak.
Dia akan maju bila ada peluang dan dapat mengatasi rintangan. Dan siap mundur bila peluang tipis dan rintangan terlalu besar.
Ketika Ratu Bilqis menerima surat dari Raja Sulaiman yang mengajaknya tunduk di bawah kekuasaannya, beliau hadapi dengan tenang tidak hanyut terbawa emosi.
Berkata ia (Balqis): “Hai pembesar-pembesar, sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku sebuah surat yang mulia.” (Surat An-Naml, Ayat 29)
Dia kumpulkan para pemangku kebijakan untuk diajak musyawarah guna memecahkan persoalan pelik ini, seraya meminta pendapat mereka bagaimana sebaiknya bersikap.
Berkata dia (Balqis): “Hai para pembesar berilah aku pertimbangan dalam urusanku (ini) aku tidak pernah memutuskan sesuatu persoalan sebelum kamu berada dalam majelis(ku)”. (Surat An-Naml, Ayat 32)
Mereka menjawab: “Kita adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan (juga) memiliki keberanian yang sangat (dalam peperangan), dan keputusan berada ditanganmu: maka pertimbangkanlah apa yang akan kamu perintahkan”. (Surat An-Naml, Ayat 33)
Ia tidak terpengaruh oleh emosi dan semangat yang menggebu dari para elitnya.
Tetap saja pengalaman masa lalu dan nalar sehatnya yang berbicara.
Dia berkata: “Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat.” (Surat An-Naml, Ayat 34)
Maka Sebelum mengambil sikap harus tahu sebesar apa kekuatan musuh yang akan dihadapi.
Ini penting, karena keputusan yang akan diambil akan menentukan perjalanan dan nasib anak negerinya setelah itu.
Yang ia pikirkan bukan ego pribadinya. Tapi yang ia pikirkan lebih dari itu, yaitu nasib rakyatnya.
Maka ia kirim orang-orangnya ke negeri Raja Sulaiman dengan membawa hadiah-hadiah yang menarik. Tujuannya untuk mengetahui seberapa kekuatannya dan bagaimana sikapnya tentang hadiah yang diberikan.
“Dan sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan (membawa) hadiah, dan (aku akan) menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh utusan-utusan itu” (Surat An-Naml, Ayat 35)
Ia berpendapat, jika seorang Raja menerima hadiah ini raja biasa-biasa. Tapi jika ia menolak, ini bukan sembarang Raja.
Maka ketika utusan itu pulang dengan membawa kembali hadiah-hadiah tersebut dan berita dari apa yang dilihat, tahulah Ratu Bilqis bahwa Raja Sulaiman bukan sembarang Raja. Apalagi pulangnya dengan membawa ancaman.
“Kembalilah kepada mereka sungguh kami akan mendatangi mereka dengan balatentara yang mereka tidak kuasa melawannya, dan pasti kami akan mengusir mereka dari negeri itu (Saba) dengan terhina dan mereka menjadi (tawanan-tawanan) yang hina dina”. (Surat An-Naml, Ayat 37)
Akhirnya realitas yang ada dan pertimbangan yang mendalam ia putuskan untuk menyerah tunduk pada Raja yang juga nabi Sulaiman AS. Ia pun memenuhi undangan nabi Sulaiman. Dan setelah memasuki istananya ia semakin kagum dan akhirnya ia masuk Islam.
Dikatakan kepadanya: “Masuklah ke dalam istana”. Maka tatkala dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman: “Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca”. Berkatalah Balqis: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam”. (Surat An-Naml, Ayat 44)
Dari ayat-ayat Al-Qur’an di atas kita bisa belajar dari Bilqis beberapa hal :
Pertama, Bagaimana cara mengelola emosi baik dari lingkungan internal atau dari pengaruh luar.
Kedua, meminta pendapat (syura) dari para pemegang kebijakan.
Ketiga, melihat dengan obyektif realitas lapangan dan
Keempat, memutuskan kebijakan dengan mempertimbangkan realitas di lapangan. <>
Penulis adalah Anggota Majlis Syura DDII Propinsi Lampung