Panen Hujan di Kota Bandar Lampung Oleh : Gunawan Handoko *)

0

nataragung.id – BANDAR LAMPUNG – Belum sembuh duka masyarakat kota Bandar Lampung akibat bencana banjir yang terjadi pada 17 Januari 2025 lalu, bencana serupa kembali terjadi. Hujan deras semalam sejak Jumat (21/2/2025) pukul 20.00 hingga Sabtu dini hari (22/2/2025 telah merendam hampir semua permukiman di wilayah kota Bandar Lampung. Banjir yang terjadi kali ini lebih besar dibanding yang terjadi pada bulan lalu.

Beberapa kawasan permukiman seperti di Gedong Meneng kecamatan Rajabasa, ketinggian air mencapai satu meter dan memaksa penghuni rumah harus mengungsi di tengah malam.

Unggahan foto dan video melalui media sosial telah cukup mewakili kondisi banjir yang menimpa kawasan permukiman dan beberapa ruas jalan di ibukota provinsi Lampung ini, termasuk jalan arteri bypass Soekarno – Hatta yang seharusnya merupakan jalan bebas hambatan dan bebas banjir.

Beberapa sungai yang diharapkan mampu untuk menampung debit air justru meluap dan membuat genangan air semakin tinggi, dibuktikan dengan tingginya permukaan air di simpang rumah sakit umum Abdul Moeloek (RSUAM) Bandar Lampung yang berada di tepi sungai.

Siapapun akan merasa miris melihat kondisi masyarakat yang rumah dan perabotannya terendam air setiap kali musim penghujan. Inilah janji Walikota dan Wakil Walikota Bandar Lampung yang belum terpenuhi dan masih menjadi hutang yang harus dibayar dalam kurun waktu 5 tahun kedepan.

Baca Juga :  MIMBAR JUMAT. Pilihan Allah itu yang terbaik - MAJALAH NATAR AGUNG.

Bencana banjir yang terjadi setiap musim hujan sudah menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat, utamanya mereka yang menjadi pelanggan banjir. Disadari bahwa untuk merealisasikan penanganan banjir bukan hal yang mudah karena butuh biaya yang besar dan komitmen yang sungguh-sungguh dari Pemerintah Kota dan lembaga DPRD. Maka anggota DPRD yang merupakan wakil rakyat diharapkan untuk secara sungguh-sungguh mengawalnya dengan menjadikan penanganan banjir sebagai program prioritas utama.

Lupakan dulu program yang tidak mendesak untuk dilakukan seperti membangun kereta gantung yang menghubungkan rumah dinas Walikota Bandar Lampung dengan Teluk Lampung yang diyakini membutuhkan biaya besar, sementara masyarakatnya menangis karena selalu ditimpa bencana banjir. Bagi kota besar seperti Bandar Lampung memang sudah layak memiliki destinasi wisata seperti yang diimpikan Walikota, sekaligus menjadi ikon untuk memperkuat citra kota Bandar Lampung, tapi jangan sampai mengabaikan kepentingan yang lebih prioritas seperti penanganan banjir dan juga sampah.

Hal yang perlu dipahami bersama oleh Pemerintah dan DPRD Kota Bandar Lampung bahwa kondisi drainase kota yang ada saat ini sudah saatnya untuk dilakukan rehabilitasi dan revitalisasi total, khususnya di kawasan hilir. Sebagian besar drainase kota yang ada sudah hilang dan tertutup oleh bangunan yang tumbuh demikian pesat. Bahkan dokumen terkait desain drainase kota ikut hilang, sehingga tidak dapat diketahui secara pasti dimana jejak atau letak saluran yang seharusnya berfungsi untuk menampung dan mengalirkan air. Begitu pula kondisi sungai yang ada telah terjadi penyempitan akibat maraknya bangunan di bantaran sungai tersebut. Sebagian lagi telah terjadi pendangkalan akibat ulah manusia yang selama ini kurang menyadari tentang resiko yang akan timbul apabila sungai dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan sampah, kotoran dan limbah.

Baca Juga :  Ada Nama Lama! Ini 20 Besar Calon Anggota KPU Lampung Selatan - MAJALAH NATAR AGUNG

Boleh jadi musibah banjir yang datang bertubi-tubi ini merupakan peringatan bagi Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk melakukan evaluasi terhadap berbagai aspek tehnis dan aspek sosial yang diyakini sebagai penyebab bencana banjir. Untuk mengatasi masalah banjir di kota Bandarlampung tidak cukup hanya mengandalkan upaya yang bersifat fisik atau struktur saja sebagaimana yang selama ini dilaksanakan, namun harus menggabungkan antara upaya struktur dengan nonstruktur. Keangkuhan terhadap alam dengan unjuk gelar ilmu dan tehnologi hanya akan membuahkan malapetaka yang pada akhirnya harus dibayar mahal, bahkan sangat mahal.

Pemerintah Kota Bandar Lampung mestinya konsisten atas pengakuan pentingnya lingkungan hidup dan konsep keberlanjutan dengan membangun kota yang berwawasan lingkungan, demokratis dan manusiawi. Tapi nyatanya keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) perkotaan yang merupakan lahan publik sudah semakin berkurang akibat terjadinya alih fungsi. Padahal keberadaan RTH merupakan pemenuhan Undang-Undang, dimana setiap wilayah harus memiliki RTH minimal 30 persen.

Baca Juga :  Pj. Gubernur Lampung Tekankan Netralitas ASN dan Pilkada Damai di Kabupaten Tanggamus

Harus disadari bahwa keberadaan RTH bagi masyarakat perkotaan sangat penting, selain sebagai paru-parunya kota juga sebagai fasilitas publik untuk berinteraksi sosial. Kita semua berharap agar di akhir masa jabatan Walikota dan Wakil Walikota serta anggota DPRD Kota Bandar Lampung tahun 2029 nanti akan meninggalkan kenangan indah bagi warga kota Bandar Lampung. Ada pesan arif dari para pemerhati lingkungan, jauh sebelum wilayah perkotaan menjadi hancur. Manakala sawah, hutan dan rawa tidak lagi berfungsi sebagai pengendali air dan berubah menjadi rumah-rumah beton dan kaca, maka sesungguhnya kita sedang menanti hadirnya sebuah kehancuran lingkungan.

Semoga bencana banjir ini akan menyadarkan kita semua yang telah lalai didalam bersahabat dengan alam semesta. ***

*) Penulis adalah Pemerhati Lingkungan dan Permukiman, tinggal di Bandar Lampung.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini