MIMBAR JUM’AT – Tipuan Mata. Oleh : Ustadz H. Komiruddin Imron *)

0

nataragung.id – NATAR – Pandangan kadang menipu. Kadang apa yang kita lihat tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya.

Ketika kita melihat tongkat di air yang jernih, pandangan kita mengatakan bahwa tongkat itu bengkok, padahal sebanarnya lurus.

Ketika kita berjalan saat terik matahari di tanah yang lapang, pandangan kita mengatakan ada lautan air di ujung sana, padahal sebenarnya padang pasir yang gersang tak ada setestes airpun.

Bulan yang benderang di malam Purnama terlihat Indah dari kejauhan, padahal sesungguhnya tak seindah yang dilihat.

Gunung dan bukit menghijau terlihat indah dan menyejukan saat saat kita sedang di atas kendaraan atau puncak, padahal bila didekati keindahannya akan sirna.

Karenanya tidak cukup menilai seseorang dengan hanya melihat zhahirnya, apa lagi hanya sepintas. Sebab bisa jadi penilaian kita salah.

Pada suatu hari, ketika Nabi saw sedang duduk dengan para sahabat, lewatlah seseorang dihadapan mereka. Lalu Nabi saw bertanya kepada para sahabat, “ Bagaimana pendapat kalian dengan orang itu ?”.

Para sahabat menjawab, “ Ya Rasulullah, ia adalah keturunan bangsawan. Demi Allah, jika ia melamar seorang wanita, tentu lamarannya tidak akan ditolak. Jika mengusulkan sesuatu, tentu akan disetujui oleh yang lain. “

Baca Juga :  Sembilan Kandidat Sekda Lampung Selatan Ikuti Tahapan Uji Kompetensi

Nabi saw berdiam diri tidak berkata apapun. Tidak lama kemudian, lewat seseorang lagi dihadapan mereka. Nabi saw kembali bertanya tentang orang yang baru saja lewat dihadapan mereka tersebut kepada para sahabat.

Mereka menjawab, “Ya Rasulullah, ia adalah seorang muslim yang miskin. Jika ia meminang seorang wanita, pinangannya tentu sulit untuk diterima. Jika ia mengusulkan sesuatu, usulannya tentu akan ditolak. Jika ia berbicara, tidak akan ada orang yang mendengarnya”.

Sabda Nabi saw “Orang Habsyi kedua itu lebih baik daripada orang yang pertama, walaupun orang yang pertama tersebut memiliki dunia beserta isinya” (Hr Muslim)

Kadang kita latah dan terlalu cepat menjustifikasi, padahal baru berdasarkan penglihatan zahir atau pendengaran

Melihat pejabat punya mobil mewah atau rumah baru, langsung dikatakan pasti ini hasil korupsi. Padahal boleh jadi sebelum menjabat ia memang sudah kaya.

Baca Juga :  Bupati dan Wakil Bupati Lamsel Egi-Syaiful Nobar Timnas Indonesia vs Bahrain di GWH

Melihat wanita yang gemuk berjalan, langsung dikatakan pasti wanita ini banyak makan dan tidur.

Melihat wanita kurus, pucat masai, langsung dialamatkan pasti ini wanita kurang makan atau suaminya pelit. Padahal bisa jadi ia baru sembuh dari sakit dan pada masa pemulihan.

Melihat pemuda berdasi membawa map, akan terlintas di benak ‘pasti orang ini sales atau minta sumbangan. Padahal boleh jadi orang tersebut mengantarkan hadiah atau surat diterima kerja.

Melihat kakek-kakek tua berjalan bersama wanita muda, langsung dikatakan sudah kakek-kakek doyannya daun muda. Padahal bisa jadi itu cucunya.

Melihat seseorang yang mengkritisi program atau kebijakan, langsung dicap tidak menerima keputusan atau “merasa lebih baik”.

Melihat orang berkeliling ceramah memberikan pencerahan, dikatakan penggalangan masa untuk hidden agenda.

Itu sebabnya mengapa Allah memerintahkan pada kita untuk tabayyun terhadap setiap berita,

{ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن جَآءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإٖ فَتَبَيَّنُوٓاْ

Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, [Surat Al-Hujurat: 6]

Hal itu agar kita tidak menjatuhkan vonis hanya berdasarkan penglihatan zahir dan pendengaran.

Baca Juga :  Kepala Balai Pemerintahan Desa di Lampung Dorong BUMDes di Lampung Selatan Jadi Percontohan Nasional

Agar terhindar dari penyesalan akibat salah persepsi.

أَن تُصِيبُواْ قَوۡمَۢا بِجَهَٰلَةٖ فَتُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَا فَعَلۡتُمۡ نَٰدِمِينَ }

agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu. [Surat Al-Hujurat: 6]

Kita diperintahkan untuk tidak berburuk sangka, tidak memata-matai dan mencari-cari kesalahan orang.

{ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٞۖ وَلَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ

“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu menggunjing sebagian yang lain.” [Surat Al-Hujurat: 12]

Dengan demikian ikatan ukhuwwah dan Cinta karena Allah yang kita bangun tidak akan retak dan renggang.
=<>=
*) Penulis adalah Anggota Majelis Syura DDII Propinsi Lampung, tinggal di Pemanggilan, Natar.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini