Efisiensi Anggaran, Kencangkan Ikat Pinggang. Oleh : Gunawan Handoko *)

0

nataragung.id – BANDAR LAMPUNG – Kebijakan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dengan melakukan efisiensi terhadap APBN dan APBD tahun 2025 sungguh sangat mencengangkan. Perintah tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 1 tahun 2025 dan surat Menteri Keuangan nomor S-37/MK.02/2025.

Betapa tidak, jumlah anggaran yang dipotong mencapai Rp. 306,09 triliun dari berbagai pos yang dianggap tidak penting, sungguh angka yang signifikan. Angka tersebut sudah termasuk dana transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp. 50,59 triliun. Kebijakan tersebut sontak membuat banyak pihak terkejut alias kaget, dari pejabat negara hingga rakyat jelata.

Masyarakat awam mulai mencari tahu apa itu efisiensi anggaran, apa tujuannya, bagaimana cara mengukur anggaran untuk memastikan efisiensi termasuk bagaimana cara memantaunya nanti. Tapi tidak sedikit pejabat negara yang harus garuk-garuk kepala sambil tersenyum kecut, karena menyaksikan anggaran besar yang mengandung ‘lemak’ harus dipangkas. Banyak juga yang harus mengubur mimpi indahnya untuk bisa studi banding (baca : jalan-jalan) ke luar negeri dengan menggunakan anggaran negara. Kalaupun mau ke luar negeri, harus dengan biaya sendiri. Tanpa diduga, ternyata Presiden Prabowo Subianto bukan hanya sosok militer, tapi juga paham tentang ekonomi.

Dipelototinya dengan cermat isi yang terkandung dalam APBN 2025, lalu memangkas anggaran yang dianggap tidak penting dan hanya pemborosan. Apa yang dilakukan Presiden tentu bukan sekedar untuk penghematan APBN dan APBD, namun juga ingin menunjukkan komitmennya untuk memberantas kebocoran keuangan negara yang telah berlangsung selama ini. Dengan kata lain, tradisi lama bancakan uang negara harus disudahi dan berganti dengan tradisi baru demi kepentingan yang lebih utama, yakni demi rakyat.

Baca Juga :  Masjid dan Fungsi Sosial. Oleh : H.M.Habib Purnomo *)

Tidak perlu pintar dan sekolah tinggi untuk sekedar melihat bentuk kebocoran dan pemborosan anggaran yang terjadi selama ini, baik dari sumber dana APBN maupun APBD, seperti pengeluaran yang tidak sesuai dengan prioritas, duplikasi program, anggaran perjalanan dinas dan yang tidak kalah penting adalah proses pengadaan barang dan jasa. Efisiensi proses pengadaan barang dan jasa sangat penting dilakukan untuk mengurangi pemborosan melalui lelang terbuka yang transparan, negosiasi yang cermat dan pemilihan penyedia jasa atau pemasok yang benar-benar kompeten. Dengan demikian barang dan jasa yang dibeli benar-benar diperlukan dan sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan.

Dengan melakukan efisiensi anggaran ini Pemerintah harus memastikan bahwa anggaran tersebut akan dialokasikan untuk program yang benar-benar penting dan memberikan dampak besar bagi masyarakat. Program yang mendukung pembangunan berkelanjutan seperti pendidikan, kesehatan dan infrastruktur yang memiliki dampak jangka panjang yang signifikan. Efisiensi pengelolaan anggaran adalah esensial untuk memastikan bahwa dengan memanfaatkan sumberdaya yang terbatas tapi dapat produktif untuk memberikan dampak positif yang maksimal bagi masyarakat. Langkah efisiensi ini tentu membawa dampak bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memiliki tugas menjalankan fungsi pemerintahan. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam menjalankan tugasnya, ASN membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai. Maka dalam melakukan efisiensi anggaran perlu dilakukan secara cermat dan hati-hati, jangan sampai berdampak menurunnya kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Demikian pula halnya dengan ASN, sebagai bagian dari aparatur negara dituntut untuk beradaptasi dengan perubahan besar yang terjadi, khususnya dalam menghadapi efisiensi anggaran. ASN dituntut untuk melakukan inovasi dan kreativitas dalam menyesuaikan diri dengan keterbatasan yang ada.

Baca Juga :  Metode Yang di Pergunakan Oleh Ormas Islam dan Pemerintah Dalam Menentukan 1 Ramadhan dan 1 Syawal. Oleh : H. SyahidanMh *)

Terkait hal ini ada yang menarik untuk dicermati, yakni kebijakan Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang akan menerbitkan regulasi baru tentang waktu kerja bagi ASN. Para ASN hanya 3 hari bekerja di kantor, selebihnya bekerja dari rumah. Kepala BKN Zudah Arifin mengistilahkan dengan Work From Home (WFH) atau bekerja dari rumah, dan Work From Office (WFO) berarti bekerja dari kantor.

Meski terdengar agak asing, penerapan WFH dan WFO sudah banyak diberlakukan di perusahaan-perusahaan khususnya di Luar Negeri. Kedua sistem ini tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan WHF antara lain penghematan biaya transportasi perjalanan kerja dan biaya makan siang serta jadwal kerja akan lebih fleksibel. Kekurangannya, komunikasi sering terkendala karena kualitas jaringan internet yang tidak sama. Batasan antara waktu menjalankan tugas dengan kepentingan pribadi atau keluarga menjadi semakin kabur, alias beda-beda tipis. Begitu halnya dengan WHO memiliki kelebihan, selain pekerjaan lebih efektif karena sosialisasi dengan rekan kerja di kantor berjalan baik, kedisiplinannya pun lebih terjaga. Kekurangannya, karyawan harus pergi ke kantor dan menjalankan tugas sesuai jam kantor sehingga terjadi pemborosan, baik uang transport dan uang makan siang.

Baca Juga :  Selamat Tinggal Sistem Zonasi. Oleh : Gunawan Handoko *)

Dengan diterapkannya WHF dan WHO ini akan memotivasi ASN yang berpikiran maju untuk bekerja secara profesional dan memfungsikan dirinya sebagai pekerja resmi Pemerintah yang memegang kunci pengelolaan APBN dan APBD serta berbagai harta yang menjadi asset negara. Awalnya memang terasa sulit, tapi siapa bilang berjuang menuju perubahan itu mudah?.

*) Penulis adalah Aktifis LSM PUSKAP (Pusat Pengkajian Etika Politik dan Pemerintahan) Provinsi Lampung, tinggal di Bandar Lampung.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini