nataragung.id – BANDAR LAMPUNG – Umat Islam penduduk bumi ini akan memasuki tahun baru 1447 Hijjriah, bertepatan hari Jumat Kliwon, 27 Juni 2025. Sebagian masyarakat muslim – khususnya pengurus masjid dan mushola – mengadakan aneka kegiatan guna menyambut datangnya tahun baru tersebut. Ada yang menggelar kegiatan rekreatif dan kreatif yang bernilai edukatif bagi anak dan remaja, namun banyak juga yang hanya sekedar mengadakan kegiatan rutin tahunan seperti pengajian dan do’a bersama dengan mengundang penceramah, untuk sekedar menggugurkan tradisi tahunan tersebut. Semua sah-sah saja, yang penting ada kegiatan dalam menyambut pergantian tahun. Maka tidak perlu sibuk mempersoalkan, mengapa kebanyakan umat Islam lebih tertarik untuk merayakan tahun baru Masehi ketimbang tahun baru Hijjriah, bahkan tidak sedikit yang menggelar panggung-panggung hiburan dan pesta kembang api untuk menambah gegap gempitanya malam tahun baru Masehi tersebut. Sekali lagi, semua sah-sah saja, sepanjang tidak keluar dari koridor syariat agama yang suci.
Seperti yang diyakini oleh muslim, bahwa Islam adalah agama yang syumul, artinya mencakup seluruh dimensi kehidupan manusia, baik itu kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat hingga berbangsa dan bernegara. Berbagai permasalahan sosial, ekonomi, politik, hukum, keamanan, lingkungan, pendidikan hingga kebudayaan, semua tercakup didalamnya. Maka tidak perlu ada yang bertanya tentang apa yang baru dengan datangnya tahun baru, karena sama sekali tidak ada yang baru. Semua tetap seperti biasa, matahari akan terbit dari Timur di pagi hari dan tenggelam di ufuk Barat pada sore hari. Hanya dalam legenda Sang Kuriang dan Roro Jonggrang lah matahari terbit sebelum waktunya, karena mendengar suara berisik para perempuan yang sedang menumbuk padi, sehingga sang matahari mengira bahwa hari sudah pagi. Maka sesungguhnya bukan perayaan tahun barunya yang penting, tetapi bagaimana setiap manusia mulai menata ulang sikap mentalnya untuk memasuki tahun baru. Maka seyogyanya kita melakukan sujud syukur ketika memasuki pergantian tahun, duduk dalam keheningan malam untuk melihat dengan jernih, melakukan muhasabah atau evaluasi diri seraya mengharap bimbingan Allah Swt dalam memasuki kehidupan tahun depan.
Disadari bahwa hidup di dunia merupakan rangkaian dari sebuah planing dan misi besar seorang hamba, yaitu menggapai keridhaan Allah Swt. Dan dalam menjalankan misi tersebut, seseorang tentunya harus memiliki visi (ghayah), perencanaan (ahdaf), strategi (takhtith), pelaksanaan (tatbiq) dan evaluasi (muhasabah).
Dari Syadad bin Aus r.a., dari Rasulullah SAW., bahwa beliau berkata, “Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah Swt. (HR. Imam Turmudzi, ia berkata.” (Hadits ini adalah hadits hasan).
Hadits di atas dibuka Rasulullah SAW dengan sabdanya, “Orang yang pandai (sukses) adalah yang mengevaluasi dirinya serta beramal untuk kehidupan setelah kematiannya.” Ungkapan sederhana ini sungguh menggambarkan sebuah visi yang harus dimiliki seorang muslim. Sebuah visi yang membentang bahkan menembus dimensi kehidupan dunia, yaitu visi hingga kehidupan setelah kematian.
Rasulullah SAW mengaitkan evaluasi dengan kesuksesan, sedangkan kegagalan dengan mengikuti hawa nafsu dan banyak angan. Maka seorang muslim tidak seharusnya hanya berwawasan sempit dan terbatas, sekedar pemenuhan keinginan untuk jangka waktu sesaat. Namun lebih dari itu, harus memiliki visi dan planing untuk kehidupannya yang lebih kekal dan abadi. Karena orang sukses adalah yang mampu mengatur keinginan singkatnya demi keinginan jangka panjangnya. Orang bertakwa adalah yang ‘rela’ mengorbankan keinginan duniawinya, demi tujuan yang lebih mulia, yakni kebahagian kehidupan ukhrawi.
Muhasabah atau evaluasi atas visi inilah yang digambarkan oleh Rasulullah SAW. sebagai kunci pertama dari kesuksesan. Selain itu, Rasulullah SAW. juga menjelaskan kunci kesuksesan yang kedua, yaitu action after evaluation. Artinya setelah evaluasi harus ada aksi perbaikan, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Rasulullah SAW. dengan sabdanya dalam hadits di atas dengan kalimat “dan beramal untuk kehidupan sesudah kematian.” Potongan hadits yang terakhir ini diungkapkan Rasulullah SAW. langsung setelah penjelasan tentang muhasabah. Karena muhasabah juga tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya tindak lanjut atau perbaikan.
Ada hal menarik yang tersirat dari hadits di atas, khususnya dalam penjelasan Rasulullah SAW. mengenai kesuksesan. Orang yang pandai senantiasa evaluasi terhadap amalnya, serta beramal untuk kehidupan jangka panjangnya yaitu kehidupan akhirat. Dan evaluasi tersebut dilakukan untuk kepentingan dirinya, dalam rangka peningkatan kepribadiannya sendiri. Sementara, kebalikannya adalah tentang kegagalan yang disebut oleh Rasulullah SAW. dengan ‘orang yang lemah’ yang memiliki dua ciri mendasar yaitu orang yang mengikuti hawa nafsunya, membiarkan hidupnya tidak memiliki visi, tidak memiliki planing, tidak ada action dari planingnya, terlebih-lebih melakukan muhasabah atas perjalanan hidupnya. Sedangkan yang kedua adalah memiliki banyak angan-angan dan khayalan. Maka salah satu aspek penting dari tahun baru Hijriah ini adalah refleksi diri, bukan hanya mengevaluasi diri, tapi juga berkomitmen untuk memperbaiki kesalahan dan menetapkan tujuan baru yang positif, baik dalam aspek spiritual, sosial maupun pribadi. Dan yang tidak kalah penting adalah membangun solidaritas sosial untuk lebih peduli terhadap sesama.
Dalam semangat kesetiakawanan, umat muslim diharapkan dapat saling mendukung dan memperkuat satu sama lain. Tahun baru berarti memiliki cara pandang yang baru dan suci dalam upaya dan usaha memperoleh sesuatu yang baru. Tahun baru juga berarti mengasah kompetensi diri dengan metode yang baru untuk meraih jenjang karier yang baru.
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan bulan ini. Kami berlindung kepada-Mu dari buruknya takdir dan buruknya mahsyar, Aamiin.
*) Penulis adalah : Jama’ah masjid Al-Mu’awwanah Gedong Meneng Rajabasa, Kota Bandar Lampung.