Adat dalam Penyelesaian Perkawinan dan Warisan. Oleh : Mohammad Medani Bahagianda *)

0

nataragung.id – BANDAR LAMPUNG – Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman budaya dan adat istiadat, termasuk dalam hal penyelesaian masalah sosial seperti perkawinan dan warisan. Salah satu suku yang memiliki tradisi yang kuat dan sarat makna adalah masyarakat adat Lampung.
Dengan berbagai sub-etnis seperti Saibatin dan Pepadun, masyarakat Lampung menjaga adat sebagai pedoman dalam menjalin hubungan sosial, mengelola konflik, hingga menata kehidupan spiritual.

Judul “Adat dalam Penyelesaian Perkawinan dan Warisan” menjadi sangat relevan untuk dikaji pada masa kini karena Indonesia sedang menghadapi tantangan modernisasi yang secara perlahan menggeser peran adat dalam kehidupan masyarakat.
Banyak generasi muda yang tidak lagi memahami makna di balik ritual dan praktik adat, padahal adat mengandung nilai-nilai luhur yang bisa menjadi solusi dalam penyelesaian konflik dan penguatan identitas budaya. Di tengah derasnya arus globalisasi, penting untuk merevitalisasi adat sebagai fondasi sosial dan spiritual yang kuat, khususnya dalam hal-hal fundamental seperti perkawinan dan warisan.

Dalam masyarakat Lampung, adat bukan hanya tradisi seremonial, melainkan menjadi bagian integral dari sistem sosial. Perkawinan dan warisan adalah dua aspek penting dalam kehidupan yang sangat dipengaruhi oleh adat.

1. Perkawinan sebagai Perjanjian Sosial dan Spiritualitas
Perkawinan dalam adat Lampung bukan hanya menyatukan dua individu, tetapi juga dua keluarga besar. Proses ini melibatkan sejumlah tahapan adat seperti betunang (pertunangan), penyampaian sembei (mahar), hingga cakak pepadun (upacara adat bagi mempelai pria yang ingin masuk dalam struktur adat Pepadun). Setiap tahapan memiliki simbolisme yang dalam, menandai ikatan sosial dan spiritual antara dua keluarga.

Nilai yang terkandung dalam adat perkawinan ini antara lain adalah:
* Gotong royong dan musyawarah, karena setiap keputusan diambil secara kolektif melalui rapat keluarga adat.
* Tanggung jawab sosial, sebab perkawinan dianggap sebagai bentuk tanggung jawab antargenerasi untuk menjaga kesinambungan nilai budaya.
* Kesucian hubungan yang ditegaskan melalui doa dan upacara adat sebagai permohonan restu leluhur.

Baca Juga :  Ike Edwin dan Kepeduliannya terhadap Masa Depan Adat Budaya Lampung. Oleh : Mohammad Medani Bahagianda (Dalom Putekha Jaya Makhga)

2. Warisan sebagai Penguatan Identitas dan Tanggung Jawab
Pembagian warisan dalam masyarakat adat Lampung juga tidak semata-mata berdasarkan hukum positif, tetapi mengacu pada hukum adat. Harta warisan sering kali dibedakan menjadi dua: puseko (warisan budaya atau simbolik seperti rumah adat, gelar, dan tanah adat) dan warisan materi lainnya. Puseko memiliki nilai sakral dan tidak bisa dibagi sembarangan, karena terkait dengan kelanjutan eksistensi keluarga dalam komunitas adat.
Dalam proses pembagian warisan, prinsip keadilan adat sangat ditekankan. Biasanya, warisan diberikan kepada anak laki-laki yang tinggal di rumah adat dan melanjutkan garis keturunan. Namun, ada variasi berdasarkan sub-kelompok adat dan situasi keluarga. Nilai-nilai yang ditekankan meliputi:
* Keberlanjutan budaya, di mana warisan bukan hanya soal materi, tetapi juga kelangsungan identitas.
* Keseimbangan hak dan kewajiban, sebab penerima warisan juga memiliki kewajiban terhadap keluarga dan komunitas.
* Musyawarah mufakat, dalam menyelesaikan sengketa atau ketidaksepakatan.

Sayangnya, dalam dekade terakhir, keterlibatan generasi muda dalam proses adat mulai menurun. Banyak di antara mereka yang lebih memilih tata cara perkawinan modern, yang dianggap lebih praktis dan tidak memerlukan biaya besar atau waktu yang lama.
Demikian pula dalam pembagian warisan, hukum waris negara sering dianggap lebih pasti dan adil dibandingkan dengan hukum adat yang kompleks dan kontekstual.
Fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran nilai dan kekosongan pemahaman terhadap filosofi di balik adat. Generasi muda banyak yang tidak lagi diajarkan tentang nilai-nilai pi’il pesenggiri (harga diri), sakai sembayan (solidaritas), dan nemui nyimah (keramahtamahan), yang sebetulnya merupakan inti dari praktik adat Lampung. Kurangnya literasi budaya menjadi salah satu faktor utama terjadinya disorientasi nilai tersebut.

Baca Juga :  Serial Buku - Pi’il Pesenggikhi, Falsafah Hidup Orang Lampung. Buku 3: "Tepuk Tangan Bukan Sekadar Irama" Oleh : Mohammad Medani Bahagianda *)

Beberapa masalah aktual yang muncul akibat mulai ditinggalkannya adat dalam hal perkawinan dan warisan di antaranya:
* Konflik antar anggota keluarga, terutama dalam pembagian warisan yang tidak mempertimbangkan konteks adat, sehingga menimbulkan ketidakpuasan.
* Perkawinan tanpa restu keluarga besar, karena tidak melalui jalur adat, berujung pada terputusnya relasi kekeluargaan.
* Kehilangan identitas kultural, terutama di kalangan masyarakat urban Lampung yang terasing dari akar budayanya.
* Kesulitan dalam pelestarian aset budaya, karena rumah adat, tanah ulayat, dan gelar adat tidak diwariskan dengan semestinya.

Agar nilai-nilai adat Lampung tetap lestari dan relevan dalam konteks kekinian, beberapa strategi dapat diterapkan, antara lain:
1. Revitalisasi Pendidikan Adat, Perlu ada integrasi muatan lokal dalam kurikulum sekolah, terutama di Lampung, untuk mengajarkan nilai-nilai adat, termasuk sistem perkawinan dan warisan. Materi ini tidak hanya bersifat informatif, tetapi juga membangun kesadaran budaya.
2. Digitalisasi Warisan Budaya, Generasi muda sangat dekat dengan teknologi. Oleh karena itu, perlu dikembangkan platform digital seperti aplikasi atau media sosial yang menampilkan kisah adat Lampung secara menarik, termasuk video dokumenter tentang proses adat perkawinan dan warisan.
3. Pemberdayaan Tokoh Adat Muda, Tokoh adat tidak selalu harus dari generasi tua. Dengan melibatkan pemuda dalam lembaga adat, akan terjadi transfer pengetahuan secara alami dan regeneratif. Pemuda juga bisa menjadi agen perubahan dalam memperkenalkan adat kepada komunitas urban.
4. Kolaborasi Adat dan Hukum Positif, Penting untuk membangun jembatan antara hukum adat dan hukum negara, khususnya dalam hal warisan. Pengakuan terhadap hukum adat dalam ranah hukum nasional dapat memperkuat legitimasi dan pelaksanaan adat di tingkat lokal.

Baca Juga :  Makna “Sakai Sambayan” dalam Gotong Royong Warga Lampung. Oleh : Mohammad Medani Bahagianda *)

Adat istiadat masyarakat Lampung dalam hal perkawinan dan warisan mengandung nilai sosial, budaya, dan spiritual yang sangat mendalam. Dalam perkawinan, adat menekankan musyawarah, tanggung jawab sosial, dan ikatan spiritual. Dalam warisan, adat menjaga kesinambungan identitas budaya dan memperkuat nilai-nilai keadilan komunal.

Namun, modernisasi dan kurangnya pemahaman generasi muda terhadap filosofi adat telah menggerus eksistensi nilai-nilai tersebut. Oleh karena itu, perlu strategi pelestarian yang mencakup pendidikan budaya, digitalisasi, pemberdayaan tokoh muda, dan harmonisasi dengan hukum negara.

Dengan demikian, adat bukan sekadar warisan masa lalu, tetapi bisa menjadi pijakan masa depan yang lebih berakar pada nilai-nilai luhur dan kearifan lokal.

Daftar Pustaka
* Andi Desfiandi, dkk. (2020). Identitas dan Budaya Masyarakat Lampung. Bandar Lampung: Universitas Bandar Lampung Press.
* Kartomi, Margaret. (1998). The Music-Culture of South Sumatra: The Use of Adat in Traditional Ceremonies. Melbourne: Monash University Press.
* Puslitbang Kebudayaan Kemdikbud. (2019). Warisan Budaya Takbenda Indonesia: Adat Istiadat dan Upacara Adat. Jakarta: Balitbangbud.
* Suwardi Endraswara. (2013). Etnografi Budaya Lampung: Kearifan Lokal dalam Perubahan Sosial. Yogyakarta: Narasi.
* UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan Republik Indonesia. ***

*) Penulis Adalah Saibatin dari Kebandakhan Makhga Way Lima. Gelar Dalom Putekha Jaya Makhga, asal Sukamarga Gedungtataan, Pesawaran. Tinggal di Labuhan Ratu, Bandar Lampung.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini