nataragung.id, ARTIKEL – Pertanyaan tentang apakah non-Muslim bisa masuk surga sering muncul dalam diskusi keagamaan. Dalam Islam, terdapat berbagai pandangan mengenai hal ini, dan penting bagi kita untuk memahaminya dengan bijak.
Beberapa ulama berpendapat bahwa non-Muslim yang tulus dan belum menerima “bukti nyata” kebenaran risalah Islam dapat dianggap setara dengan Muslim sejati, meskipun sebagian keyakinan mereka tidak sejalan dengan pesan Nabi, seperti dalam kasus Trinitas Nasrani.¹
Ibn Arabi, seorang sufi terkemuka, menilai bahwa semua umat manusia, termasuk yang jahat, pada akhirnya akan mencapai kebahagiaan. Menurutnya, setiap jalan yang diambil bukan hanya diciptakan oleh Tuhan, tetapi juga mengantarkan menuju-Nya.²
Cendekiawan Muslim modern seperti Fazlur Rahman menekankan pentingnya memahami konteks historis dan moral dalam penafsiran Al-Qur’an. Rahman mengajak umat Islam untuk mengedepankan nilai-nilai universal seperti keadilan, kasih sayang, dan kebaikan dalam interaksi dengan sesama manusia, tanpa memandang latar belakang agama.³
Dalam konteks keindonesiaan, pemahaman moderat tentang keselamatan non-Muslim juga tercermin dalam pandangan Nahdlatul Ulama (NU). NU menekankan pentingnya menghormati perbedaan dan mengakui bahwa keselamatan tidak eksklusif bagi umat Islam saja. Pandangan ini sejalan dengan prinsip bahwa amal saleh dan sikap baik adalah kunci utama dalam mencapai keselamatan.⁴
Lebih lanjut, beberapa ulama berpendapat bahwa larangan berinteraksi dengan non-Muslim lebih ditekankan dalam ruang lingkup berbangsa dan bernegara, bukan dalam konteks individu. Pendekatan ini menekankan pentingnya menjaga hubungan harmonis antarumat beragama dalam kehidupan bermasyarakat.⁵
Selain itu, konsep wahdah al-Adyan yang diperkenalkan oleh Ibn Arabi menyatakan bahwa semua agama pada dasarnya menuju kepada Tuhan yang sama. Pandangan ini mencerminkan keyakinan bahwa kasih sayang Tuhan meliputi seluruh ciptaan-Nya, dan bahwa keselamatan tidak terbatas pada kelompok tertentu saja.⁶
Dalam diskursus teologis, terdapat pandangan bahwa istilah “kafir” tidak selalu identik dengan non-Muslim. Beberapa ulama menafsirkan bahwa istilah tersebut lebih merujuk pada mereka yang menolak kebenaran setelah mengetahuinya, bukan kepada mereka yang belum menerima dakwah Islam dengan jelas.⁷
Dengan demikian, berdasarkan ajaran Al-Qur’an dan pandangan para cendekiawan Muslim moderat, dapat disimpulkan bahwa keselamatan terbuka bagi semua orang yang beriman kepada Tuhan, hari akhir, dan beramal saleh, tanpa memandang latar belakang agama mereka.
Daftar Pustaka:
1. https://www.rbi.or.id/2017/11/keselamatan-untuk-semua.html
2. https://www.nu.or.id/pustaka/islam-dan-keselamatan-pemeluk-agama-lain-I9VnZ
3. https://ejournal.iainu-kebumen.ac.id/index.php/An-Nidzam/article/download/26/22/
4. https://nu.or.id/opini/perihal-keselamatan-agama-di-luar-islam-RE6xJ
5. https://jurnalsuhuf.kemenag.go.id/suhuf/article/download/122/134/
6. https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31292/1/Media%20Zainul%20Bahri.pdf.pdf
7. https://groups.google.com/g/hallopim/c/jxxdFOhWIhk
Catatan: Pandangan mengenai keselamatan non-Muslim dalam Islam sangat beragam dan kompleks. Artikel ini berusaha menyajikan beberapa perspektif yang ada tanpa bermaksud menggeneralisasi atau menyederhanakan isu yang sensitif ini.
Artikel ini disusun kembali dari berbagai sumber oleh : wahyuagungpp (penikmat diskusi bapak-bapak menjelang usia 40 tahun, tinggal di Natar, Lampung Selatan)