Menjadi Warga Kota Harus Kaya. Catatan lepas : Gunawan Handoko *)

0

nataragung.id BANDAR LAMPUNG – Sejak beberapa hari lalu kedatangan keponakan dari Yogyakarta menumpang menginap dirumah selama menjalani tugas di kota Bandar Lampung. Ditengah obrolan santai sambil menikmati minuman kopi pagi, dia berkata dengan nada berseloroh, โ€œternyata menjadi warga kota Bandar Lampung harus kaya ya Pakdhe?โ€. Belum sempat saya jawab, dia melanjutkan bertanya, mengapa di kota sebesar ini tidak ada angkutan umum transportasi kota?. Saya balik bertanya, emang kamu ada rencana kemana? Nggak usah repot-repot cari angkutan umum, nanti pakdhe anterin. Sambil tersenyum dia mengaku bahwa kemarin sudah berkeliling seharian menyusuri kota, masuk ke pasar-pasar hingga ke kawasan pesisir pantai sambil observasi, jawab keponakan yang memiliki disiplin ilmu di bidang trasportasi kota. Lho, dengan siapa dan naik apa? Dia menjawab sambil tertawa, ditemani driver online.

Terkait transportasi kota, saya memberi penjelasan bahwa dulu sekitar tahun 2011 pernah ada, namanya bus Trans Bandar Lampung. Jumlah armadanya cukup banyak, ada sekitar 40-an unit. Tapi kemudian berhenti beroperasi ketika terjadi bencana Covid-19, sampai akhirnya berhenti total karena nafasnya kembang kempis akibat buruknya manajemen pengelolaannya. Bukan cuma berhenti beroperasi, barangnya pun sudah hilang entah kemana.

Sambil geleng-geleng kepala, keponakan bilang bahwa jumlah armada yang mencapai 40 unit cukup besar jika dibandingkan dengan Trans Jogja yang hanya 140 unit. Apakah dengan alasan tersebut, lantas transportasi umum nggak dihidupkan lagi, tanya keponakan dan saya jawab sekitar pertengahan tahun 2022 lalu Bunda Eva, Walikota Bandar Lampung sudah memberi perintah kepada Kepala Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung. Bahkan, pada awal tahun 2024 Pemkot Bandar Lampung sudah minta bantuan pengadaan bus sekolah sebanyak 20 unit ke Kementerian Perhubungan, tapi sampai sekarang belum ada kabar berita, antara jadi dan tidaknya, jawab saya. Obrolan santai pagi itu menjadi menarik ketika keponakan berbagi informasi tentang pentingnya transportasi kota.

Di Jogja, katanya, banyak pilihan transportasi, mulai dari angkutan tradisional sampai modern. Ada Trans Jogja, taksi online, ojek, becak dan andong untuk melayani warga kota. Tinggal pilih mau kemana sesuai dengan kebutuhannya. Untuk perjalanan jarak jauh juga ada kereta api dan bus. Khusus bus Trans Jogja memiliki banyak jalur, selain untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi serta tepat sasaran dalam memberikan pelayanan. Tarifnya pun relatif murah, cuma Rp. 3.500 per sekali naik untuk pembayaran tunai. Sedangkan untuk kartu umum dan kartu uang elektronik Rp. 2.700 untuk sekali naik.

Baca Juga :  OPINI : BUKAN GERTAK ANYING Oleh : Budi Setiawan

Pembayaran dengan kartu pelajar lebih murah lagi, cuma Rp. 60 per sekali naik. Maka cucu pakdhe si Sekar lebih memilih untuk pulang pergi dari Kali Urang ke tempat sekolahnya di Bantul, karena biaya transportasi yang sangat murah, ketimbang harus kos di Bantul, ucapnya. Dalam hati saya berdecak kagum atas perhatian Pemerintah DIY dalam memberikan pelayanan transportasi bagi masyarakatnya, khususnya para pelajar dan mahasiswa. Juga kagum terhadap pihak pengelolanya yang menjalankan manajemen secara profesional. Konon, masalah transportasi umum kota ini tidak dijadikan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi Pemerintah Provinsi DIY, tapi lebih diutamakan untuk pelayanan bagi masyarakat.

Mestinya masalah transportasi umum kota menjadi prioritas utama bagi Pemerintah kota Bandar Lampung sebagai kota besar yang sedang menuju menjadi kota Metropolitan. Kalau terus-menerus begini, kasihan masyarakat yang kurang mampu, karena harus menggunakan angkutan jasa online yang cukup menguras dompet, gumamnya sambil terus bercerita hasil berkeliling kota kemarin.

Menurutnya, masalah kemacetan lalulintas di kota Bandar Lampung dari tahun ke tahun semakin meningkat dan sudah mencapai titik tinggi, dampak dari pertumbuhan penduduk yang relatif cepat. Akibatnya bukan hanya kemacetan lalulintas, tapi juga masalah sosial lainnya seperti penurunan kualitas pelayanan publik, berkurangnya ketersediaan lahan pemukiman, kesulitan mendapatkan tempat parkir, membengkaknya tingkat konsumsi energi, penumpukan sampah, bencana banjir, peningkatan angka kriminal dan masalah-masalah sosial lainnya, urainya.

Saya memilih untuk menjadi pendengar yang baik sambil memancing pertanyaan, harus bagaimana? Yang pasti semua masalah tersebut tidak mungkin dapat diselesaikan dengan cepat dan tepat kalau masih menggunakan solusi konvensional seperti yang digunakan saat ini. Sebenarnya tidak terlalu sulit untuk mengatasi kemacetan lalulintas, ucap keponakan, cukup menggunakan informasi seluler untuk mengetahui pola gerak kendaraan secara realtime, dimana arah gerak kendaraan menyebar secara beraturan. Contoh, di pagi hari ada yang menuju tempat kerja, ke sekolah-sekolah dan tempat kegiatan yang lain secara rutin. Begitu pula sebaliknya pada sore hari. Nah, dari pola arus pergerakan ini cukup sebagai bahan untuk merencanakan dan mengevaluasi sistem transportasi dan sistem ruang kota. Maka kota Bandar Lampung harus memiliki Walikota yang bukan saja cerdas, tapi juga sensitif dengan kondisi kota yang ada di depan mata dan di lihat serta dirasakan sehari-hari, ucapnya yang langsung saya jawab bahwa upaya untuk mengurai kemacetan sudah dilakukan dengan membangun beberapa flyover dan underpass, tapi ternyata masih macet juga, bahkan tambah parah.

Baca Juga :  Korupsi dan Frustasi Massal. Oleh : Gunawan Handoko *)

Menurut keponakan, membangun jalan layang atau flyover bukanlah solusi yang tepat, mengingat laju penambahan jumlah kendaraan di perkotaan rata-rata 11% setiap tahun, sehingga jumlah ruas jalan yang ada tidak seimbang jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan jumlah kendaraan. Teori sederhananya begini Pakdhe, semakin banyak jalan yang dibangun, akan semakin banyak jumlah kendaraan. Apalagi nggak ada transportasi umum kota, ucapnya sambil melanjutkan bahwa kemacetan lalulintas menjadi penyebab kerugian sangat besar, bukan hanya material namun juga non-material. Pemborosan terjadi di jalan raya, fuel consumption terbuang percuma karena macet, banyak waktu terbuang dengan sia-sia, biaya kesehatan meningkat akibat polusi udara yang tak terhindarkan. Keadaan seperti ini tentu bertolakbelakang dengan hakikat yang sesungguhnya, bahwa transportasi untuk meningkatkan taraf hidup manusia, bukan sebaliknya transportasi menyebabkan menurunnya kualitas kehidupan seseorang atau masyarakat.

Menyadari kondisi kemacetan lalulintas saat ini, maka perlu dicari solusi yang terpadu dan komprehensif bagi pemecahan masalah kemacetan lalulintas dalam rangka mendukung kelancaran penyelenggaraan pemerintahan sebagaimana diatur dalam UU No. 29 Tahun 2007, dan mewujudkan tujuan penyelenggaraan transportasi jalan sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009. Nah, Walikota dan DPRD harus paham bahwa Pemerintah Kota adalah perangkat daerah yang menyelenggarakan pemerintahan daerah, dengan menjalankan 2 fungsi pokok yaitu fungsi pemerintahan umum dan fungsi penyediaan pelayanan masyarakat. Untuk menyelesaikan masalah dan mewujudkan cita-cita kota yang aman, nyaman dan menyenangkan bagi penduduknya, diperlukan solusi cerdas dan gegas agar penyelesaian masalah dapat dilakukan lebih cepat dibandingkan pertumbuhan masalah itu sendiri. Solusi cerdas dan tegas dengan penerapan dan kolaborasi ekosistem kota yang masuk ke dalam konsep Smart City, menjadikan kota yang dapat memberikan rasa sehat, nyaman ditempati, mudah untuk mendapatkan pendidikan, dan tidak macet.

Baca Juga :  Tanah Perdikan Tegal Sari - Ponorogo. Oleh : M. Habib Purnomo *)

Dalam konsep solusi Smart City ini, pemerintah kota, pelaku bisnis/industri, akademis, maupun masyarakat harus ikut dilibatkan secara aktif untuk menjadikan kota menjadi lebih baik. Diharapkan masing-masing pihak dapat saling berinteraksi dalam rangka kolaborasi di dalam ekosistem kota. Sebagai kota besar dan ibukota provinsi Lampung, saatnya kota Bandar Lampung memiliki transportasi umum kota dengan tata kelola atau manajemen yang baik sehingga menjadi alternatif bagi masyarakat kota dalam bertransportasi. Budaya masyarakat dari dominannya menggunakan kendaraan pribadi akan beralih ke kendaraan umum, selain mengurangi kemacetan sekaligus dapat menghemat biaya. Akan lebih baik lagi apabila ditunjang dengan trotoar yang memadai bagi para pejalan kaki, sebagai upaya meningkatkan kesehatan pribadi dan menciptakan udara yang lebih bersih serta ramah lingkungan. Membiarkan masyarakat untuk menggunakan layanan angkutan daring untuk menghantar kemana-mana, tentu bukan langkah yang bijak, selain membebani masyarakat dari golongan ekonomi lemah, juga berkontribusi terjadinya kemacetan lalulintas dan pencemaran udara.

Obrolan pagi terpaksa berhenti, karena keponakan sudah dijemput rekan kerjanya untuk menjalankan tugas.

*) Penulis adalah Pengurus PUSKAP (Pusat Pengkajian Etika Politik dan Pemerintahan) provinsi Lampung

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini