Antara Diam dan Hadir – π˜“π˜’π˜―π˜¨π˜¬π˜’π˜© 𝘺𝘒𝘯𝘨 π˜›π˜’π˜¬ π˜—π˜¦π˜³π˜―π˜’π˜© π˜‰π˜¦π˜―π˜’π˜³-π˜‰π˜¦π˜―π˜’π˜³ 𝘜𝘴𝘒π˜ͺ Oleh : Herry Tjahyono *)

0

nataragung.id – JAKARTA – Ada nasihat yang tampaknya teduh (dari Bendahara Umum Partai NasDem Ahmad Sahroni), namun membawa gema panjang dalam percakapan publik: “Pak Jokowi sebaiknya menikmati hidup saja, seperti Pak SBY.”

Tapi, apa sebenarnya makna dari β€œmenikmati hidup” itu? Apakah itu artinya menyepi dan menghindari politik, atau justru hadir dan tetap menyapa rakyat dengan caranya sendiri?

Pak SBY, yang sering dijadikan rujukan untuk “menjauh dari hiruk-pikuk politik”, hingga hari ini masih tercatat sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat–posisi yang tentu strategis dan penuh perhitungan politik. Maka, ketika Pak Jokowi dikritik karena ingin tetap berkegiatan politik setelah purnatugas, misalnya dengan bergabung ke PSI, pertanyaan mendasarnya bukan: “Apakah ini salah?”, tapi: “Apa yang salah dengan itu?”

Baca Juga :  Menteri Desa, Mundurlah. Oleh : Gunawan Handoko *)

Menikmati hidup bukan selalu soal menjauh. Bagi Pak SBY, mungkin itu adalah melukis, bermusik, dan sesekali meracik strategi politik dari balik layar. Bagi Pak Jokowi, menikmati hidup bisa jadi adalah menyusuri desa-desa, menyapa rakyat jelata, bercengkerama dengan cucu-cucunya, membuka pintu buat rakyat yang bersilaturahmi nyaris tanpa jeda, lalu tetap merawat semangat kerja dan makna, agar cinta rakyat yang tulus itu tak dibiarkan usang.

Baca Juga :  Belajar Bersahabat dengan Banjir. Oleh : Gunawan Handoko *)

Apa yang salah bila seseorang memilih tetap bermakna, bahkan setelah tak lagi berkuasa?
Bukankah hidup yang layak dinikmati adalah hidup yang tetap memberi arti?

Dan kita–setiap anak bangsa, punya hak yang sama untuk berkarya, berkontribusi, dan menjawab panggilan moral untuk menjadi bagian dari cerita negeri iniβ€”tak peduli apa label kita: mantan presiden, pelukis, tukang kayu, atau rakyat biasa.

Baca Juga :  Retreat, Buku Lama Sampul Baru. Oleh HM.Habib Purnomo *)

Karena kadang, justru dari mereka yang tak lagi memegang kekuasaan, muncul ketulusan yang tak tercemar agenda.
Dan dari mereka yang terus hadir–bukan demi posisi, tapi demi makna–lahir harapan baru untuk republik yang tak pernah kehilangan arah.

*) Penulis adalah Profesional (Former), CEO Perusahaan Swasta, Penulis Buku, Kolumnis KOMPAS.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini