Menteri Desa, Mundurlah. Oleh : Gunawan Handoko *)

0

nataragung.id – OPINI – Dalam kurun waktu 100 hari masa Pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto telah diwarnai kegaduhan, salah satunya yang dilakukan oleh Yandri Susanto, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDDT) atas sikapnya yang menuai kontroversi.

Pertama, saat baru saja dilantik sebagai Menteri, dirinya menjadi sorotan publik karena membuat undangan pribadi untuk acara haul dan syukuran dengan menggunakan kop Kementerian Desa, ditandatangani atas nama Mendes PDDT dan dibubuhi stempel basah. Hal yang mestinya tidak dilakukan, karena acara tersebut merupakan acara pribadi keluarga. Sampai-sampai mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Pulhukam) Mahfud. MD. ikut berkomentar karena memang lucu. Seorang Menteri mestinya paham dengan hal yang sederhana terkait dengan administrasi surat menyurat.

Baru saja redam polemic masalah kop surat, kini muncul pernyataan yang membuat gaduh dan menuai kontroversi banyak pihak secara luas. Pasalnya, dalam rapat resmi Mendes PDDT yang dihadiri Kabarhakam Polri Komjen Polisi Fadil Imran dan unsur Kejaksaan Agung, dirinya menyebut bahwa lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan wartawan sering mengganggu kepala desa dengan meminta uang.

Dirinya juga meminta kepada pihak Kepolisian dan Kejaksaan untuk menertibkan dan menangkap LSM dan wartawan yang sering mengganggu kepala desa.

Apa yang disampaikan Mendes PDDT tersebut menunjukkan bahwa dirinya tidak menguasai cara berkomunikasi dan berinteraksi sosial yang baik, selain tidak paham terhadap keberadaan lembaga LSM maupun wartawan yang sesungguhnya. Sebagai pejabat negara dan juga pejabat publik mestinya Yandri Susanto memiliki human relation komunikasi yang efektif dan baik, guna untuk menghindari dan mengurangi konflik dalam hubungan kerja dengan organisasi manapun, demi meningkatkan produktivitas lembaga yang dipimpinnya.

Baca Juga :  NAHDLATUL ULAMA DAN PANCASILA. Oleh : HM.Habib Purnomo

Bicara masalah penindakan terhadap oknum LSM maupun wartawan atau siapa saja yang melakukan pemerasan, selama ini aparat penegak hukum (APH) sudah bertindak setiap kali ada laporan dari masyarakat. Maka tidak perlu mengajari dan menyampaikan penekanan lagi.

Kenapa pernyataan Menteri hanya menyasar kepada LSM dan wartawan yang disebutnya bodrex, bukan kepada para kepala desa yang ditengarai melakukan penyimpangan terhadap keuangan desa?.

Maka wajar jika banyak pihak yang menilai bahwa pernyataan Mendes PDDT tersebut sebagai upaya untuk melindungi praktik korupsi di tingkat desa dari kontrol sosial. Ada upaya penggiringan opini yang berbau fitnah untuk mencemarkan nama baik profesi LSM dan wartawan.

Ucapan Mendes PDDT yang tanpa menyebut kata ‘oknum’ tersebut sebagai bentuk generalisasi yang sangat membahayakan dan dapat merusak citra profesi jurnalis serta aktivis LSM yang professional. Bukan itu saja, pernyataan Mendes PDDT juga telah mencederai independensi pers dan merendahkan profesi wartawan serta aktivis LSM yang sesungguhnya memiliki peran penting dalam mengawal kebijakan publik dan menyoroti berbagai permasalahan sosial yang ada di tengah masyarakat.

Tanpa berkacamata kuda diakui memang, sering terjadi ada oknum yang mengaku wartawan atau LSM yang melakukan pemerasan. Tapi tidak semua wartawan dan LSM bertindak diluar etika, justru mereka tetap dalam komitmennya untuk mengawal transparansi serta akuntabilitas pemerintahan di semua tingkatan, termasuk di tingkat desa.

Baca Juga :  Memetik Tradisi Ramadhan dari Tanah Suci. Oleh : Gunawan Handoko *)

Sebagai aktivis LSM yang banyak mengkritisi kebijakan politik dan pemerintahan, penulis merasa terusik atas pernyataan Mendes PDDT yang kebablasan dan tanpa etika tersebut. Karena apa yang penulis lakukan selama ini tidak memiliki tujuan untuk melakukan pemerasan. Maka ditengah polemik yang berkembang saat ini, Mendes PDDT harus segera memberikan klarifikasi terkait maksud dan konteks pernyataannya tersebut. Apakah pernyataan yang dilontarkan tersebut hanya sebuah kekhilafan semata akibat rendahnya pemahaman seorang Menteri terhadap keberadaan wartawan maupun LSM, atau justru merupakan sikap Pemerintah (baca : Kemendes PDDT) terhadap kritik dan kontrol sosial yang dilakukan oleh elemen masyarakat.

Kontrovensi yang diciptakan Mendes PDDT mengingatkan kita semua dengan kasus yang menimpa sosok pendakwah Gus Miftah Maulana beberapa waktu lalu. Boleh jadi apa yang disampaikan Gus Miftah terhadap seorang penjual es teh saat pengajian di Magelang hanya ‘guyonan’ seperti yang selama ini dilakukan sebelum dirinya diangkat menjadi Utusan Khusus Presiden bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan. Gaya ceramahnya yang blak-blakan tidak jarang telah menyinggung individu maupun kelompok tertentu, termasuk penyelenggara negara.

Permasalahannya tentu menjadi lain ketika Gus Miftah sudah menjadi pejabat negara. Akibat terpeleset dari ucapannya yang di nilai menghina pedagang es teh tersebut, telah menuai kritik tajam dari berbagai pihak . Publik menilai bahwa tindakan tersebut tidak mencerminkan sifat seorang pemuka agama sekaligus pejabat negara. Banyak masyarakat yang berpendapat bahwa seorang pemimpin agama merangkap pejabat negara seharusnya menjadi contoh yang baik dengan menghormati semua orang, terutama mereka masyarakat kecil yang berjuang untuk mencari nafkah.

Baca Juga :  Kenapa Korupsi Terus Terjadi dan Apakah Bisa di Basmi?. Oleh : Mohammad Medani Bahagianda *)

Menyadari tindakannya yang salah, Gus Miftah Maulana telah meminta ma’af kepada pedagang es teh Sunhaji dan dengan sikap ksatria menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Utusan Khusus Presiden bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.

Pelajaran berharga yang dapat dipetik dari kontroversi ini adalah bagaimana pentingnya menjaga ucapan dan sikap, terutama bagi pejabat negara dan pejabat publik. Akibat salah ucapan (termasuk candaan), namun dampaknya dapat merusak citra Pemerintah di mata publik. Apalagi jika ucapan tersebut disampaikan dalam acara resmi seperti yang dilakukan Mendes PDDT, dampaknya akan lebih dahsyat lagi. Maka akan lebih terhormat apabila Mendes PDDT mengikuti jejak Gus Miftah Maulana dengan meminta maaf kepada publik sekaligus mengundurkan diri dari jabatan yang disandangnya sebagai Menteri.

Sikap tersebut akan lebih baik dan terhormat agar tidak merusak komitmen Presiden RI Prabowo Subianto agar kabinet Merah Putih bekerja keras dan kompak demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Kompak yang dimaksud Presiden RI tentu bukan sebatas suasana harmoni antar Kementerian dan lembaga Negara, tapi yang lebih penting lagi kompak dengan seluruh elemen masyarakat yang dipimpinnya.

*) Penulis adalah Aktifis LSM PUSKAP (Pusat Kajian Etika Politik dan Pemerintahan) Provinsi Lampung.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini