MIMBAR JUMAT : Puasa Membentuk Pribadi Yang Muttaqin Oleh : Ustadz H. Komiruddin Imron, Lc *)

0

nataragung.id – NATAR – Hari ini Jum’at terakhir di bulan sya’ban 1446 H. Besok hari kita sudah memasuki bulan suci ramadhan, bulan di mana diwajibkan kepada kita untuk berpuasa. Ibadah Puasa di bulan Ramadhan membentuk manusia-manusia yang bertaqwa. Manusia-manusia yang memiliki sifat sebagaimana Allah sebutkan didalam surat Ali-Imron ayat 133-135.

وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ ﴿١٣٣﴾

‘Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,’

الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاء وَالضَّرَّاء وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ ﴿١٣٤﴾

“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.’

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُواْ أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُواْ اللّهَ فَاسْتَغْفَرُواْ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللّهُ وَلَمْ يُصِرُّواْ عَلَى مَا فَعَلُواْ وَهُمْ يَعْلَمُونَ ﴿١٣٥﴾

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”

Apa saja sifat-sifat tersebut?

Pertama : Mereka yang selalu memberikan kontribusi kebaikan pada orang lain baik saat lapang ataupun saat sempit dan di saat kaya maupun pailit.

Kontribusi itu dapat berupa Harta, ilmu, pemikiran, motivasi, pencerahan, jasa atau tenaga. Kontribusi ini diberikan tak mengenal cuaca dan tidak mengharapkan apa-apa selain keridhaan Allah. Syi’arnya :

إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا

Baca Juga :  MIMBAR JUMAT: Sandiwara Dunia Oleh : Ustadz H. Komiruddin Imron,Lc

“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.”

Kedua : Menahan amarah. Menahan amarah ini berat apalagi saat kita sanggup untuk marah, seperti pada posisi kita sebagai leader, ketua, menejer, jajaran pimpinan.

Rasulullah saw mencela sifat marah. Beliau saw mengisyaratkan bahwa marah adalah satu bentuk kelemahan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ.

Orang yang kuat itu bukanlah yang pandai bergulat, tetapi orang yang kuat ialah orang yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah. (Shahîh. HR al-Bukhâri (no. 6114) dan Muslim (no. 2609) dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu)

Sebab itu Rasulullah saw menjanjikan pahala yang besar bagi setiap orang yang mampu menahan amarahnya padahal ia kuasa.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:

مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللهُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ مَا شَاءَ.

“Barangsiapa menahan amarah padahal ia mampu melakukannya, pada hari Kiamat Allah k akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk, kemudian Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang ia sukai.”

(Hasan. HR Ahmad (III/440), Abu Dawud (no. 4777), at-Tirmidzi (no. 2021), dan Ibnu Majah (no. 4286) dari Sahabat Mu’adz bin Anas al-Juhani Radhiyallahu anhu. Dihasankan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr (no. 6522).)

Dalam kesempatan lain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada seorang sahabatnya,

لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ

Baca Juga :  MIMBAR JUMAT - Di Balik Kata Imsak. Oleh : Ustadz H. Komiruddin Imron, Lc *)

“Jangan kamu marah, maka kamu akan masuk Surga”.

(Shahîh. HR ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Ausath (no. 2374) dari Sahabat Abu Darda Radhiyallahu anhu. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr (no. 7374) dan Shahîh at-Targhîb wat-Tarhîb (no. 2749).)

Tentu tidak semua marah itu tercela. Ada juga marah yang terpuji, yaitu apabila seseorang marah karena Allah, untuk membela kebenaran, dan tidak menuruti hawa nafsu dan tidak merusak.

Ketiga : memaafkan kesalahan orang lain. Ini juga berat, apalagi jika kesalahannya berlipat-lipat.

Memaafkan kesalahan sangat terpuji, apalagi orang bersalah itu pernah ada jasa dan kebaikan pada kita. Rasulullah adalah suri tauladan dalam permaafan.

Dia maafkan kaum kafir Quresy yang mengusirnya dari kampung halaman.

Dia maafkan Abu Sufyan dan Ikrimah bin Abu Jahal saat fathu mekah, padahal keduamya yang meniupkan api permusuhan selama bertahun tahun.

Dia maafkan Hatib bin Abi Balta’ah sang pembocor rahasia Negara, karena ia pernah terlibat pada perang Badar.

Dia maafkan seorang arab badwi yang kencing di dalam masjid.

Dia maafkan seorang Arab gunung yang menarik selendangnya hingga membekas merah di leher beliau, bahkan apa yang ia minta bukan sekedar diberi tapi ditambah

Dan masih banyak yang lainnya.

Keempat : Berbuat Ihsan. Berbuat ihsan kepada Allah artinya beribadah kepada Allah seolah-olah Allah melihat kita, walau pun Allah tidak terlihat tapi Allah pasti melihat.

Atau dalam kata lain merasakan bahwa Allah selalu mengawasi kita sehingga amal-amal kita menjadi baik.

Berbuat ihsan kepada makhluq adalah memberikan manfaat berupa agama atau dunia atau mencegah terjadinya mudharat pada agama atau dunia.

Baca Juga :  MIMBAR JUMAT Kegembiraan Yang Semua. Oleh : Ustadz H. Komiruddin Imron, Lc *)

Maka masuk di disini berbagai bentuk kebaikan seperti, amar ma’ruf nahi mungkar, memberi nasihat, mendamaikan yang bertengkar, menyatukan barisan, menanggung beban, menyingkirkan penyakit, menolong yang sakit, membantu yang lemah, memberi yang membutuhkan.

dan lain sebagainya.

Kelima : Bertobat dari dosa dan kesalahan. Orang yang bertakwa bukanlah mereka yang bersih tak pernah salah.

Orang yang bertaqwa adalah mereka yang apabila salah cepat mengingat Allah, apabila tergelincir cepat berzikir, apa bila khilaf kepada Allah segera meminta maaf dan apabila berbuat dosa kecil ataupun besar bersegera istighfar.

Demikianlah sifat mereka yang bertaqwa, sehingga pantas bagi mereka mendapatkan balasan yang besar berupa surga dengan segala kenikmatannya.

أُولَٰئِكَ جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ

“Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal”

Alangkah butuhnya umat manusia kepada sifat-sifat ini di saat gelombang cobaan sedang menerjang bangsa ini, melumpuhkan sendi-sendi moral dan keutamaan- keutamaan.

Alangkah butuhnya umat ini kepada sosok yang tak henti-hentinya memberikan kontribusi kebaikan, sosok yang tidak cepat marah apalagi menyulut kemarahan, sosok yang mudah memaafkan dan selalu sadar bahwa gerak-geriknya selalu diawasi Allah, sebab itu ia berusaha untuk berbuat baik dalam ramai dan sepi, dan sosok yang mudah kembali ke jalan yang benar bila ternyata apa yang ia lakukan adalah kesalahan. <**>

*) Penulis adalah Anggota Majelis Syura DDII Propinsi Lampung, tinggal di Pemanggilan, Natar.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini