nataragung.id – KALIANDA – Pemerintah Desa Way Huwi, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan, Rabu 26 Februari 2025, menyerahkan sepucuk surat beserta lampirannya perihal tindak lanjut Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada tanggal 05 februari 2025 antara Panitia Khusus (Pansus) Pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) Bandar Negara dan 5 camat yaitu Camat Natar, Jati Agung, Tanjung Sari, Tanjung Bintang dan Merbau Mataram serta 5 Desa dan 5 BPD pada calon DOB Bandar Negara. Salah satu materi RDP adalah membahas lokasi tanah calon ibukota Bandar Negara, jika kelak benar-benar menjadi DOB.
Surat bernomor : 800/203/VII.08.02/II/2025 tertanggal 25 Februari 2025 ditanda tangani oleh Muhammad Yani selaku Kepala Desa Way Huwi, diserahkan oleh Sekretaris A. Syarkati Azan kepada Abdul Kohar staf sekretariat DPRD Kabupaten Lampung selatan.
Dalam surat tersebut Pemerintah Desa Way Huwi juga menyampaikan salah satu photo copy Surat Hak Guna Bangunan (HGB) yang berada di Desa Way Huwi yaitu SHGB milik PT. BTS No. 370 yang diterbitkan oleh BPN Kabupaten Lampung Selatan pada tanggal 28 Agustus 1996 dan akan berakhir pada tanggal 24 September 2026.
Selanjutnya Pemerintah Desa Way Huwi berharap kepada panitia khusus (pansus) Pemekaran DOB Bandar Negara dapat mempertimbangkan informasi yang ada, terkait lokasi tanah yang diharapkan bisa menjadi pusat perkantoran Bandar Negara.
Menurut Kepala Desa Way Huwi Muhammad Yani, surat yang telah dikirimkan itu ditujukan kepada Ketua DPRD Kabupaten Lampung Selatan. “Surat itu ditujukan kepada Ibu ketua DPRD dan penyerahannya melalui Pansus pemekaran calon DOB Bandar Negara, karena merupakan tindak lanjut dari RDP beberapa waktu lalu,” ucap Muhamamd Yani yang menghubungi nataragung.id Kamis 27 Februari 2025.
Dirinya berharap pansus bisa mempelajari dan menelaah kebenaran dari informasi yang diberikan sehingga lahan terlantar yang berada di Desa Way Huwi dimana hak gunanya diberikan kepada PT. BTS No. 370, 369, 368, 367, 366, 365, PT BTA, PT GSP dan PT GMPK (yang semunya merupakan anak perusahaan BW Group).
Menurut Yani, hak guna bangunan masing-masing perusahaan itu akan berakhir pada tanggal 24 September 2026. “Akan lebih bermanfaat jika tanah yang ada bisa digunakan untuk lokasi perkantoran,” tegasnya
Apa lagi masih menurut Yani, melihat keadaan lahan yang sangat luas diperkirakan luasnya mencapai _+ 300 ha, dimana lahan tersebut tidak digunakan sesuai peruntukannya yaitu untuk pembangunan perumahan real estate (sesuai peruntukan yang tertera di SHGB PT. BTS No. 370).
Pemerintah Desa Way Huwi berharap kepada Pemerintah Kabupaten, Provinsi maupun Pusat untuk tidak memperpanjang SHGB PT. BTS, PT. BTA, PT GMP dan GMPK yang berada di Desa Way Huwi.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Panitia Khusus (Pansus) Pembahasan Calon Daerah Otonomi Baru (DOB) Bandar Negara, Rabu, 5 Februari 2025 mengundang 5 Camat di wilayah Calon DOB Bandar Negara yaitu Camat Natar, Jati Agung, Tanjung Bintang, Tanjung Sari dan Merbau Mataram serta 5 Kepala Desa dan BPD perwakilan dari Kecamatan masing-masing yaitu Desa Sukadamai (Natar), Way Huwi (Jati Agung), Sabah Balau (Tanjung Bintang), Kertosari (Tanjung Sari) dan Tanjung Baru (Merbau Mataram).
Salah satu agenda dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) adalah meminta pendapat para Camat dan Kades serta BPD terkait lokasi calon Ibu kota DOB dan status legalitas tanah yang kelak akan dijadikan pusat perkantoran Calon Daerah Otonomi Baru (CDOB) Kabupaten Bandar Negara.
Ketika Panitia Khusus mempertanyakan calon lokasi Ibukota kabupaten Bandar Negara, Muhammad Yani (Kepala Way Huwi) Kecamatan Jati Agung, menyatakan sepanjang pengetahuan dirinya, bahwa pusat perkantoran sudah disepakati antara DPRD Lampung Selatan dan Panitia Pemekaran pada saat Rapat Dengar Pendapat antara Komisi 1 dan panitia Pemekaran, tanggal 3 Januari dan sidang paripurna DPRD Lampung Selatan pada tanggal 8 Januari 2025, yaitu ada di Kecamatan Jati Agung.
Meskipun sudah ada kesepakatan antara DPRD dan Panitia Pemekaran terkait lokasi Ibukota Kabupaten, namun Pansus menginginkan adanya kepastian status tanah.
Mendapat pertanyaan dari Pansus seperti itu, dengan gamblang Yani mengusulkan bahwa di Desa Way Huwi, Jati Agung, ada sekitar 350 hektar tanah yang segera akan berakhir izin Hak Guna Bangunan (HGB) yang di pegang oleh 3 perusahaan yaitu PT Budi Tata Semesta (BTS), PT GMPK dan PT Gunung Sewu. “Seluruh lahan itu ada 350 hektar yang dalam izin HGB-nya akan dipergunakan untuk pembangunan perumahan real estate, tapi hingga saat ini tidak ada satu-pun perumahan yang dibangun ditanah itu,” ucap Yani.
Lebih lanjut dirinya mengatakan, PT BTS mempunyai 6 sertifikat HGB yaitu sertifikat nomer 365, 366, 367, 368, 369 dan 370. Keseluruhan sertifikat itu tertanggal 28 Agustus 1996 untuk jangka waktu 20 tahun. “Berarti HGB akan berakhir pada tanggal 28 Agustus 2026, kenapa Pansus tidak mencoba mengusulkan kepada pemerintah agar tidak memperpanjang izin HGB, toh sampai saat ini, tidak ada satu rumah-pun yang telah dibangun di lokasi tersebut, artinya perusahaan-perusahaan itu tidak menjalankan peruntukan tanah sesuai izin HGB,” tegas M Yani di hadapan pimpinan dan anggota pansus serta peserta RDP lainnya, seraya mengatakan bahwa masih ada satu lagi perusahaan yaitu PT BTA yang telah mengantongi sertifikat HGB namun Ia lupa nomer sertifikat PT BTA
Pansus juga mempertanyakan apakah Kepala Desa mempunyai dokumen (foto copy) sertifikat HGB PT BTS, dengan tegas dirinya mengemuka-kan bahwa Pemerintahan Desa Way Huwi mempunyai dokumen HGB itu dan jika Pansus membutuhkan dokumen tersebut, dirinya selaku kepala Desa Way Huwi siap menyerahkan dokumen itu ke pansus, guna ditindak lanjuti sesuai peruntukan yang dibutuhkan yaitu untuk calon Pusat Perkantoran DOB Bandar Negara.
Pada bagian akhir penjelasannya dihadapan peserta RDP, Kades Way Huwi mengatakan bisa saja sertifikat-sertifikat oleh pihak perusahaan misalnya di agun-kan di Bank untuk meminjam uang, memang aturan membolehkan pemegang izin HGB melakukan itu, tapi harus dengan catatan bahwa HGB tersebut telah dipergunakan sesuai peruntukannya, jika itu tidak dimanfaatkan sesuai peruntukannya maka rakyat dan pemerintah selaku pemberi izin yang akan dirugikan dan perusahaan bisa saja diberi sanksi berupa pencabutan HGB, denda administratif hingga ganti rugi kepada pemerintah dan pihak lain yang dirugikan. “Saya mempunyai bukti bahwa salah satu sertifikat itu menjadi alat jaminan di Bank oleh perusahaan,” pungkas Muhammad Yani mengakhiri penjelasannya.
Editor : SyahidanMh