Menggantung Mimpi Diatas Kereta Gantung. Catatan lepas : Gunawan Handoko *)

0

nataragung.id – BANDAR LAMPUNG – Suasana gardu ronda di lingkungan RT kami semalam cukup ramai oleh warga. Bukan untuk melakukan Siskamling, melainkan sengaja begadang sambil menjaga hewan korban yang di tambat di tanah kosong, tidak jauh dari lokasi gardu. Rencana, hewan tersebut akan disembelih pada esok pagi hari dalam suasana hari tasyri’. Ada yang asyik bermain catur dan gaple, ada pula yang ngobrol agak serius dan dalam suasana sedikit memanas antara yang pro dan kontra, terkait rencana Walikota Bandar Lampung yang akan membangun Kereta Gantung.

Berawal dari ungkapan Zulkifli yang merasa bangga dan terkagum-kagum atas rencana bangunan super megah itu. Menurutnya, tidak semua kota besar di Indonesia yang bisa membangun Kereta Gantung. Nanti, ucap Zulkifli yang dikenal sebagai tokoh pemuda, diatas kota ini bakal terlihat Kereta Gantung yang mondar-mandir dari Rumah Dinas Walikota menuju ke kawasan Gunung Kunyit, dilanjutkan ke sebuah pulau dengan membawa para wisatawan. Ini bakal menjadi destinasi wisata yang luar biasa, nggak kalah dengan yang ada di luar negeri.

Heri yang juga tokoh pemuda di RT tersebut lantas bertanya, urgensinya apa dengan yang dibutuhkan masyarakat kota sekarang ini? Jangan sampai rencana ini cuma untuk memenuhi ambisi Walikota, tapi tanpa diencanakan secara matang. Mestinya, setiap pembangunan harus ada dasar pijakannya, nggak cukup cuma modal semangat yang menggebu, ucap Heri.

Setengah emosi, Zulkifli balik bertanya, kenapa anda terkesan pesimis dan sinis dengan rencana yang hebat itu, bukannya bangga sebagai warga kota. Heri tersenyum, lalu berkilah bahwa setiap proyek itu harusnya berpedoman dengan dokumen perencanaan pembangunan, supaya terarah. Coba dibuka dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) provinsi Lampung untuk jangka waktu 20 tahun kedepan. Ada nggak program destinasi untuk kota Bandar Lampung dengan membangun Kereta Gantung dari Rumah Dinas Walikota menuju pulau. Nggak ada kan?, tanya Heri yang langsung disambar Zulkifli dengan ucapan bernada tuduhan bahwa Heri selalu mengkritisi program Pemerintah, tidak cinta pada daerahnya sendiri.

Pakdhe Handoyo yang sejak tadi hanya diam sambil menyaksikan permainan catur, akhirnya nimbrung bicara dan meminta agar belajar berdiskusi yang baik. Kita ini sering gagal paham, seolah kalau mengkritisi kebijakan Pemerintah lantas dianggap atau di cap tidak cinta kepada pimpinan, benci kepada Pemerintah dan negara. Itu cara pandang yang keliru, karena negara dan Pemerintah itu berbeda Dik, ucap Pakdhe Handoyo sambil menjelaskan bahwa Pemerintah itu pengelolanya, dan negara adalah yang dikelolanya. Kalau negara itu kita ibaratkan pesawat terbang, maka Pemerintah adalah pilot dan segenap crew dalam pesawat terbang itu. Kalau negara diibaratkan mobil, maka Pemerintah adalah sopir dan kondekturnya dari mobil itu. Kalau negara itu kita ibaratkan kereta, maka Pemerintah adalah masinis dan segenap crew dari kereta itu. Jadi hal yang wajar kalau kita mengingatkan pilot, sopir, masinis dan segenap crew yang bertugas itu supaya hati-hati, tidak ngantuk, dan konsentrasi ketika sedang menjalankan tugasnya demi keamanan kendaraannya dan keselamatan seluruh penumpangnya.

Baca Juga :  Bayangannya-pun Dipanah : 𝘒𝘦𝘵𝘪𝘬𝘢 𝘒𝘦𝘬𝘶𝘢𝘴𝘢𝘢𝘯 𝘛𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘓𝘦𝘸𝘢𝘵, 𝘛𝘢𝘱𝘪 𝘗𝘦𝘯𝘨𝘢𝘳𝘶𝘩 𝘉𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘛𝘢𝘮𝘢𝘵. Oleh : Herry Tjahyono *)

Yang membayar dan menggaji mereka itu kan kita-kita ini sebagai penumpang, dengan uang dari tiket yang kita beli, iya kan? Maka wajar kalau kita mengkritisi, minta kepada Pemerintah supaya bekerja secara maksimal dalam menjalankan tugasnya mengelola negara ini. Jangan sampai karena salah kelola, lalu nanti setelah pergi meninggalkan beban hutang disana sini, yang pada akhirnya rakyat juga yang harus menanggung semuanya. Jadi kalau ada rakyat mengkritisi dan memberi saran kepada Pemerintah seperti yang disampaikan Heri tadi, itu artinya Heri masih cinta kepada negaranya dan menginginkan yang terbaik dalam pengelolaannya. Harap di ingat, bahwa rakyat adalah pemilik sah atas negara yang kita cintai ini, ucap pakdhe Handoyo yang langsung diminta tanggapannya oleh Heri terkait rencana Kereta Gantung tersebut.

Awalnya pakdhe Handoyo menolak dengan alasan bahwa dirinya mengaku belum jelas dengan rencana tersebut. Tapi sebagai warga kota, kita harus memberi apresiasi kepada Walikota yang berniat membangun Kereta Gantung dengan tujuan untuk meningkatkan pariwisata di Lampung. Tapi masyarakat wajib diberi penjelasan supaya yakin, ucap pakdhe. Untuk meyakinkan warga masyarakat tidak semudah membalik telapak tangan. Sekarang ini masyarakat masih dihadapkan oleh persoalan yang mendasar, terutama masalah banjir yang selalu datang setiap musim hujan dan belum terlihat ada langkah konkrit Pemerintah untuk mengakhiri bencana banjir ini.

Nah, terkait dengan Kereta Gantung, masyarakat juga perlu tahu apakah rencana tersebut sudah melalui studi perencanaan maupun kelayakan, sehingga nantinya akan mampu menjawab persoalan mendasar yang menjadi kebutuhan masyarakat sekarang ini. Studi perencanaan dan kelayakan itu sangat perlu, jangan sampai proyek besar ini hanya didasarkan oleh semangat dan keyakinan subyektif dari seorang Walikota yang merasa dapat mewakili masyarakat. Apakah wakil rakyat yang duduk di DPRD dilibatkan dalam rencana ini, itu juga wajib diketahui oleh warga. Karena sampai saat ini belum ada komentar dari DPRD, apakah lembaganya dilibatkan atau tidak dalam proses perencanaannya. Maka sangat wajar bila masyarakat mempertanyakan, terutama masalah pemilihan lokasi keberangkatan dan tujuan Kereta Gantung itu. Apakah sudah melalui kajian kepariwisataan secara akademis, atau hanya didasarkan atas selera dan suka-suka.

Baca Juga :  Korupsi dan Frustasi Massal. Oleh : Gunawan Handoko *)

Sebagai warga kota Bandar Lampung, saya belum pernah melihat ada warga masyarakat yang berwisata ke Pulau Kubur. Nggak tahu kalau dik Zulkifli pernah kesana, barangkali bisa diceritakan potensi dan daya tarik apa yang ada disana?, ucap pakdhe Handoyo berseloroh yang dijawab jujur oleh Zulkifli bahwa dirinya belum pernah ke Pulau Kubur. Tapi kalau dipilihnya rumah dinas Walikota sebagai lokasi keberangkatan, tujuannya jelas yakni untuk penghematan biaya, tidak perlu membeli lahan, ucap Zulkifli yang langsung disambar Heri dengan pertanyaan, apakah Walikota akan selamanya tinggal disana? Bagaimana dengan Walikota berikutnya nanti, apakah tidak merasa bising dengan para wisatawan yang hilir mudik di area rumah dinas itu? Ini yang perlu di kaji, mengingat rumah dinas tersebut merupakan aset Pemerintah yang dibangun dengan uang rakyat. Perlu dikaji dulu, termasuk apakah Kepala Daerah punya kewenangan untuk melakukan alih fungsi terhadap rumah dinas?, ucap Heri yang langsung dipotong pakdhe Handoyo supaya tidak melebar, karena diyakini pemahaman Zulkifli tidak sampai masalah itu.

Tentang alih fungsi rumah dinas jabatan, baik keseluruhan atau sebagian, biarlah itu menjadi tugas wakil kita yang duduk di DPRD untuk membahasnya, ucap pakdhe yang langsung ditanggapi Zulkifli bahwa sebenarnya kita tidak punya alasan untuk menolak rencana tersebut, karena uang yang akan dipakai sepenuhnya ditanggung investor asing dari Tiongkok, bukan APBD. Justru harusnya kita bangga punya Walikota yang hebat, bisa meyakinkan investor asing. Mendengar ucapan Zulkifli, pakdhe Handoyo menanggapi agak serius dan berkata, justru itu masalahnya. Ketika Pemkot Bandar Lampung menyatakan bahwa proyek Kereta Gantung akan dibiayai oleh investor asing dari Tiongkok, kita perlu mendapatkan penjelasan, skema kerjasamanya seperti apa dan bagaimana pembagian keuntungannya nanti? Bukan itu saja, apakah tidak perlu jaminan dari APBD, mengingat nilai proyeknya sangat besar, mencapai 2,5 tiliun rupiah. Kalau misalnya uang tersebut berupa pinjaman, dipastikan bunga dan cicilannya akan menjadi beban APBD selama bertahun-tahun. Nah, untuk bisa menjawab masalah tersebut harus ada studi kelayakan secara menyeluruh, bukan hanya kelayakan secara finansial yang di nilai, tetapi juga kelayakan ekonomi, ucap pakdhe Handoyo yang ditanggapi Zulkifli dengan nada sinis sambil berucap bahwa masalah tersebut urusannya yang diatas, bukan urusan kita.

Baca Juga :  Metode Yang di Pergunakan Oleh Ormas Islam dan Pemerintah Dalam menentukan 1 Ramadhan dan 1 Syawal. Oleh : H. SyahidanMh *)

Sambil tersenyum pakdhe menjawab, jika masyarakat meminta Pemerintah bersikap transparan, semua itu sebagai bentuk perhatian masyarakat agar rencana pembangunan Kereta Gantung ini benar-benar bermanfaat bagi masyarakat, sudah melalui perhitungan matang dengan melibatkan para professional akademisi, konsultan, dan praktisi pariwisata. Maksudnya, bukan muncul karena imajinasi dan perhitungan seorang Walikota. Kita sebagai masyarakat tidak boleh bersikap masa bodoh dan menyerahkan mentah-mentah pembangunan kota ini kepada penguasa dan pemilik modal. Nalar kritis tetap harus dipelihara dengan berani meminta penjelasan dari para pengambil kebijakan, ucap pakdhe Handoyo sambil melihat jam tangannya.

Sudah lewat jam 12 malam nih, kita perlu istirahat karena besok pagi-pagi harus bergotongroyong menyembelih hewan qurban. Besok kita lanjutkan diskusinya, karena masih banyak yang perlu kita bahas terkait Kereta Gantung ini, ucap pakhde Handoyo yang dibalas dengan Heri dengan berkata, sudah saatnya masyarakat terlibat secara aktif dalam arus perubahan, bukan sekedar menjadi objek pasif dari rencana pembangunan yang masih samar-samar manfaatnya. Kalau pembangunan di kota Bandar Lampung hanya bergantung pada keyakinan personal penguasa, yang melayang bukan cuma Kereta Gantung, tetapi impian publik juga akan ikut menggantung, ucap Heri berseloroh.

*) Penulis adalah : Pengurus PUSKAP (Pusat Pengkajian Etika Politik dan Pemerintahan) Provinsi Lampung.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini