Adat Saibatin dan Pepadun, Pilar Identitas Etnis. Oleh : Mohammad Medani Bahagianda *)

0

nataragung.id – BANDAR LAMPUNG – Masyarakat Lampung dikenal memiliki kekayaan budaya yang khas, yang tercermin dalam dua sistem adat utama: Adat Saibatin dan Adat Pepadun. Kedua adat ini bukan hanya struktur sosial semata, tetapi merupakan pilar identitas etnis masyarakat Lampung yang menandai asal-usul, nilai, dan cara hidup mereka. Dalam konteks keberagaman budaya di Indonesia, memahami dan melestarikan adat Saibatin dan Pepadun menjadi penting sebagai bagian dari upaya menjaga warisan budaya nasional.
Adat Saibatin dikenal sebagai adat masyarakat pesisir yang mengedepankan sistem keturunan aristokratis dan cenderung tertutup, sementara Adat Pepadun berkembang di wilayah pedalaman yang lebih egaliter dan terbuka dalam pengangkatan gelar adat.
Keduanya memiliki perbedaan dalam struktur sosial dan mekanisme adat, namun keduanya juga memuat nilai-nilai luhur yang menjadikan masyarakat Lampung memiliki karakteristik tersendiri.

Judul “Adat Saibatin dan Pepadun, Pilar Identitas Etnis” menjadi sangat relevan di tengah arus globalisasi, modernisasi, dan urbanisasi yang kian menggerus kearifan lokal. Ketika identitas budaya mulai terkikis oleh pengaruh luar dan generasi muda semakin terasing dari akar tradisinya, maka penting untuk menyoroti kembali peran adat sebagai penanda jati diri dan pemersatu sosial. Di tengah kemajuan zaman, pengenalan dan pemahaman terhadap dua adat utama ini akan memperkuat integritas budaya masyarakat Lampung.
Selain itu, isu-isu kontemporer seperti konflik agraria, marginalisasi komunitas adat, dan pelemahan peran lembaga adat menunjukkan bahwa adat istiadat bukan hanya simbol masa lalu, tetapi juga aktor penting dalam dinamika sosial hari ini. Oleh karena itu, pembahasan ini sangat relevan untuk mengkaji bagaimana adat Saibatin dan Pepadun tetap bisa menjadi kekuatan sosial dan budaya dalam menghadapi tantangan zaman.

Baca Juga :  Buku Seri Sejarah Marga Pepadun hingga terbentuknya Marga Pubian Bukuk Jadi. Pendahuluan. Oleh : Mohammad Medani Bahagianda *)

Adat Saibatin dan Pepadun tidak hanya hidup dalam upacara-upacara formal, tetapi juga menjiwai kehidupan sehari-hari masyarakat Lampung. Nilai-nilai seperti pi’il pesenggiri (menjaga harga diri), nemui nyimah (keramahan), nengah nyampur (ikut serta dalam kegiatan sosial), dan sakai sambayan (tolong menolong) merupakan dasar interaksi sosial yang membentuk karakter masyarakat.
Dalam masyarakat Saibatin, struktur kepemimpinan adat sangat hierarkis, di mana gelar turun-temurun seperti Sultan, Raja, atau Pangeran menjadi simbol otoritas. Hal ini mencerminkan sistem nilai yang menekankan kesetiaan, penghormatan terhadap leluhur, dan kesadaran akan posisi sosial.
Sementara dalam masyarakat Pepadun, gelar adat bisa diperoleh melalui upacara Cakak Pepadun yang menandai keterlibatan seseorang dalam struktur adat. Sistem ini membuka ruang mobilitas sosial dan menunjukkan keterlibatan aktif masyarakat dalam pelestarian nilai-nilai adat.
Dalam pernikahan, penyelesaian sengketa, dan pengambilan keputusan kolektif, adat Saibatin dan Pepadun menjadi pedoman moral dan sosial yang dipatuhi. Ini membuktikan bahwa adat masih memiliki pengaruh besar dalam dinamika kehidupan masyarakat Lampung.

Kepedulian generasi muda terhadap adat Saibatin dan Pepadun menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Urbanisasi dan perkembangan teknologi membawa budaya populer yang lebih dominan di kalangan remaja. Sebagian besar dari mereka lebih mengenal budaya luar ketimbang memahami struktur dan filosofi adat lokal. Tradisi dianggap kuno dan tidak lagi relevan dengan gaya hidup modern.
Namun, tidak semua generasi muda bersikap apatis. Beberapa komunitas pemuda di Lampung mulai aktif mendokumentasikan adat istiadat, mempelajari kembali bahasa Lampung, dan menghidupkan kembali seni tradisional seperti tari Sigeh Penguten atau musik Gambus. Gerakan ini perlu diperkuat karena menjadi titik awal dalam menjembatani tradisi dengan modernitas.

Baca Juga :  Serial Buku Pi’il Pesenggikhi, Falsafah Hidup Orang Lampung. Kata Pengantar Dari 6 Seri Tulisan. Oleh : Mohammad Medani Bahagianda *)

Salah satu tantangan besar yang dihadapi adat Saibatin dan Pepadun saat ini adalah minimnya ruang hidup yang memungkinkan praktik adat berkembang secara alami. Proses urbanisasi telah menggeser peran pemimpin adat dan mempersempit ruang budaya. Konflik tanah adat menjadi isu krusial, terutama ketika tanah ulayat diambil alih untuk proyek pembangunan tanpa konsultasi atau kompensasi yang layak.
Selain itu, sistem pendidikan formal cenderung tidak memberi ruang yang cukup bagi pembelajaran budaya lokal. Akibatnya, pemahaman tentang adat hanya terbatas pada kalangan tertentu, terutama di pedesaan. Di perkotaan, nilai-nilai adat seperti gotong royong dan musyawarah mulai terpinggirkan oleh gaya hidup individualistik.
Kurangnya dokumentasi tertulis tentang adat Saibatin dan Pepadun juga menjadi kendala. Banyak nilai dan praktik adat hanya diwariskan secara lisan, yang rentan punah seiring meninggalnya para tetua adat. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa generasi mendatang tidak lagi memiliki akses terhadap pengetahuan budaya leluhur.

Saran Strategis.

Pertama, penting bagi pemerintah daerah dan lembaga budaya untuk mengintegrasikan pendidikan adat dalam kurikulum lokal. Anak-anak perlu dikenalkan pada bahasa, simbol, nilai, dan struktur adat sejak dini agar mereka tumbuh dengan kesadaran budaya yang kuat.

Kedua, revitalisasi adat perlu dilakukan melalui pelibatan aktif generasi muda. Festival budaya, pelatihan seni tradisional, dan penggunaan media digital bisa menjadi jembatan antara adat dan dunia modern. Platform seperti YouTube atau Instagram dapat dimanfaatkan untuk menyebarluaskan konten budaya yang menarik dan edukatif.

Ketiga, penguatan kelembagaan adat perlu menjadi prioritas. Lembaga adat hendaknya diberi peran yang lebih jelas dalam pembangunan daerah, khususnya dalam mediasi sosial, pelestarian lingkungan, dan pengelolaan sumber daya. Hukum adat juga bisa diharmonisasikan dengan hukum nasional untuk memastikan perlindungan terhadap komunitas adat.

Baca Juga :  Buku Seri Makna dan Filosofi Yang Terkandung Dalam Sumpah Uppu-Tuyuk Pubian Bukuk Jadi dan Way Beliuk : Mak Segangguan Mak Secadangan, Yang Tetap di Pegang Teguh oleh Generasi Penerus Saat Ini Pendahuluan Oleh : Mohammad Medani Bahagianda *)

Adat Saibatin dan Pepadun bukan sekadar warisan budaya, melainkan pilar identitas etnis masyarakat Lampung yang menyimpan nilai sosial, budaya, dan spiritual yang luhur.
Di tengah arus perubahan zaman, adat ini menghadapi tantangan besar namun juga memiliki peluang besar untuk bertahan dan berkembang. Melalui strategi pelestarian yang tepat, partisipasi generasi muda, dan pengakuan terhadap pentingnya adat dalam struktur sosial, masyarakat Lampung dapat memastikan bahwa warisan budaya ini tetap hidup dan berperan dalam membentuk masa depan yang berakar pada kearifan lokal.

Daftar Pustaka
* Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1999). Adat Istiadat Daerah Lampung. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
* Zuhdi, M. (2017). “Transformasi Sosial Adat Lampung di Tengah Modernitas.” Jurnal Masyarakat dan Budaya, 19(2), 133–150.
* Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (2021). Data Vitalitas Bahasa Daerah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
* Hidayat, S. (2014). Struktur Sosial dan Identitas Kultural dalam Masyarakat Adat Lampung. Universitas Lampung Press.
* Wibowo, H. (2019). “Penguatan Adat Lokal dalam Sistem Sosial Modern.” Jurnal Antropologi Indonesia, 40(1), 75–92.

*) Penulis Adalah Saibatin dari Kebandakhan Makhga Way Lima. Gelar Dalom Putekha Jaya Makhga, asal Sukamarga Gedungtataan, Pesawaran. Tinggal di Labuhan Ratu, Bandar Lampung.l

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini