nataragung.id – BANDAR LAMPUNG – Di tengah arus modernisasi yang semakin deras dan globalisasi yang terus menggiring masyarakat menuju homogenitas budaya, kekhawatiran terhadap hilangnya identitas lokal menjadi sangat beralasan.
Salah satu tokoh yang secara konsisten menyuarakan pentingnya pelestarian adat dan budaya daerah adalah Irjen Pol (Purn) Drs. H. Ike Edwin, SH., MH., MM., mantan Kapolda Lampung yang juga dikenal luas sebagai tokoh adat dan budayawan Lampung.
Sebagai seorang tokoh adat bergelar Dang Ike yang memiliki darah keturunan langsung dari kalangan penyimbang adat Lampung, kepedulian beliau terhadap kelangsungan nilai-nilai luhur budaya Lampung bukanlah sekadar formalitas. Lebih dari itu, beliau memandang adat sebagai landasan moral, identitas sosial, dan jati diri masyarakat Lampung yang harus dijaga secara kolektif.
Dalam berbagai kesempatan, Ike Edwin tidak segan mengutarakan keprihatinannya terhadap perkembangan generasi muda Lampung yang mulai tergerus oleh pengaruh budaya luar, serta minimnya perhatian pemerintah terhadap penguatan budaya lokal. Ia menilai bahwa budaya tidak bisa dilestarikan hanya melalui seremonial atau dokumentasi pasif, namun harus dihidupkan dalam praktik kehidupan sehari-hari, pendidikan, dan pergaulan sosial.
Ike Edwin menyampaikan keprihatinan mendalamnya terhadap lemahnya kesadaran generasi muda dalam memahami dan menghidupi nilai-nilai adat Lampung. Dalam pandangannya, jika tidak ada langkah konkret dan strategis dari berbagai pihak, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun komunitas masyarakat adat sendiri, maka dua generasi di bawah kita bisa saja tumbuh tanpa mengenali akar budayanya.
“Jika kita abai hari ini, anak cucu kita besok tidak akan tahu apa itu Piil Pesenggiri, siapa itu Penyimbang, atau bagaimana cara berpakaian dan berbicara menurut tata krama adat Lampung. Mereka akan menjadi manusia tanpa identitas, tercerabut dari akarnya sendiri,” ujar beliau dalam satu pernyataan.
Sebagai wujud nyata dari komitmennya terhadap pelestarian adat, Ike Edwin merencanakan sebuah pertemuan besar yang akan melibatkan para tokoh adat dari berbagai latar belakang struktur adat di Lampung. Pertemuan ini dijadwalkan berlangsung pada 19 Juli 2025, dan akan mempertemukan tokoh-tokoh berpengaruh seperti Penyimbang Saibatin, Kebandaran Marga, hingga Tuha Raja dari adat Pepadun.
Pertemuan ini bukan sekadar ajang silaturahmi, melainkan forum strategis untuk merumuskan langkah-langkah kolektif dalam menjaga dan menanamkan nilai-nilai adat kepada generasi muda. Menurut Ike Edwin, sinergi antara para tokoh adat dengan dukungan dari pemerintah dan masyarakat umum adalah kunci utama untuk menyelamatkan budaya Lampung dari kepunahan kultural.
Salah satu cita-cita besar dari pertemuan ini adalah mempererat kerja sama lintas etnis dan suku yang tinggal di Provinsi Lampung. Sebagai daerah yang dikenal majemuk dan kosmopolit, Lampung menjadi rumah bagi berbagai kelompok etnis seperti Jawa, Sunda, Bali, Bugis, Batak, Minang, dan lainnya. Ike Edwin meyakini bahwa adat Lampung justru dapat menjadi titik temu sekaligus nilai pemersatu di tengah keberagaman ini.
Dengan semangat inklusif, budaya Lampung tidak dipandang sebagai milik eksklusif satu etnis, melainkan warisan yang bisa menjadi pelajaran bagi seluruh masyarakat Lampung dalam membangun harmoni sosial, etika berinteraksi, dan kebijaksanaan hidup.
Pertemuan yang direncanakan ini diharapkan tidak berhenti sebagai wacana atau agenda tahunan tanpa tindak lanjut. Besar harapan dari Ike Edwin dan para tokoh adat lainnya agar pertemuan ini menjadi tonggak awal kebangkitan budaya Lampung secara nyata, dengan menghasilkan rekomendasi strategis seperti:
* Pembentukan forum adat lintas wilayah.
* Mendorong pemerintah daerah untuk membuat regulasi yang berpihak pada pelestarian budaya,
* Penerapan muatan lokal budaya Lampung dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah,
* Pembuatan pusat budaya Lampung yang interaktif dan digitalisasi arsip-arsip adat.
Ike Edwin bukan hanya seorang purnawirawan jenderal polisi atau tokoh birokrat. Ia adalah simbol dari upaya kolektif untuk mempertahankan nilai-nilai luhur yang telah membentuk jati diri masyarakat Lampung selama berabad-abad. Kekhawatiran yang ia suarakan harus menjadi alarm bagi semua pihak, bahwa identitas budaya bukan sekadar warisan, tetapi tanggung jawab yang harus dijaga dan diwariskan secara sadar.
Dalam dunia yang semakin terdigitalisasi, ketika batas antara lokal dan global menjadi kabur, menjaga adat bukan berarti mundur ke masa lalu. Justru dengan menjaga adat, kita sedang mempersiapkan masa depan yang lebih berakar, lebih berkarakter, dan lebih manusiawi.
Sebagaimana filosofi Piil Pesenggiri mengajarkan harga diri dan martabat, begitu pula perjuangan melestarikan budaya ini adalah bentuk penghormatan terhadap leluhur sekaligus hadiah bagi generasi mendatang. ***