nataragung.id Bandar Lampung – Paling tidak untuk sekarang ini, tidak ada manfaatnya kritis terhadap partai politik, baik partai yg di dalam pemerintahan ( KIM PLUS) maupun partai politik yg di luar pemerintahan ( PDIP).
PDIP walau sebagai partai pemenang pemilu 2024 tapi dengan suara 19 % sebagai partai satu-satunya di luar pemerintahan tentunya bila voting di parlemen akan kalah melawan partai-partai anggota KIM PLUS yg ada di dalam pemerintahan.
Partai-partai anggota KIM PLUS pun yang secara de facto di bawah kendali Presiden Prabowo juga tidak akan punya kemampuan untuk melawan kebijakan presiden walau kebijakan itu di tolak oleh publik.
Dengan kenyataan yg demikian di mana partai-partai lemah bila berhadapan dengan pemerintah maka langkah yg strategis untuk membela kepentingan rakyat yaitu dengan langsung mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah.
Batalnya rencana pemerintah akan naikkan pajak 12 % pada awal bulan Januari, batal nya rencana pemerintah membatasi sistem penjualan gas melon yg berakibat antrian mengular masyarakat yg akan beli gas dan berakibat ada yang meninggal dunia karena lama antri beli gas, adalah salah satu contoh efektifnya publik langsung mengkritik pemerintah.
Apakah langkah-langkah Pemerintah sekarang ini merupakan inovasi baru atau sebenar nya hanya pengulangan kegiatan-kegiatan pemerintahan era presiden Soeharto perlu juga di cermati dan di kritisi.
Efisiensi ekstrim, pemotongan besar-besaran anggaran baik di kementerian maupun untuk Pemda apakah langkah yang tepat dan ternyata tidak semua dana itu untuk program makan bergizi gratis tapi untuk program-program strategis pemerintah yang lain.
Pada era Presiden Jokowi sering kita dengar, Jokowi acap kali memaksa supaya dana APBN dan APBD segara di realisasikan supaya uang segera beredar di tengah-tengah masyarakat, kalau uang beredar ekonomi akan lancar, namun saat ini alih-alih dana beredar, yang terjadi justru dana-dana di potong dan penyelenggaraan pemerintahan di pastikan berjalan seret dan tentu seret pula uang beredar di tengah-tengah masyarakat dan ujung nya terjadi pelemahan ekonomi di tengah-tengah masyarakat.
Presiden Jokowi juga jor-joran menggelontorkan dana Bansos ratusan trilyun yang tentu membuat rakyat di bawah bisa sedikit bernafas lega.
Beberapa hari yg lalu Presiden Prabowo mengundang konglomerat kelas top di Indonesia yaitu AGUAN cs, apakah tujuannya?
Peristiwa Presiden Prabowo mengundang para konglomerat ini mengingatkan kita dengan peristiwa tahun ’90 an di mana Presiden Soeharto sering kumpulkan para konglomerat Sudono Salim dkk di Tapos dan mereka membentuk kelompok Jimbaran dll, dengan tujuan para konglomerat itu membantu program-program pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan, tapi apa yg terjadi justru para konglomerat yang minta tolong kepada pemerintah salah satunya yang di kenal dengan kasus BLBI dan akibat dari pada itu terjadi pengurasan uang negara masuk kantong konglomerat yg berujung krisis moneter ’98.
Pengumpulan dana negara untuk usaha bisnis DANANTARA serta merta mendapat reaksi negatif baik di mata publik maupun pelaku ekonomi. Walau sudah menjual nama mantan Presiden SBY dan mantan Presiden Jokowi, harus sejak awal di waspadai oleh pemerintah maupun oleh publik.
Dus dengan demikian, di saat terjadi pelemahan partai-partai politik di Indonesia maka langkah yang paling efektif bagi publik yaitu dengan langsung fokus mengkritisi kinerja pemerintah yang walau baru seumur jagung sudah menciptakan kegaduhan dan kecemasan di tengah-tengah masyarakat.
Pemerintah harus bisa menciptakan harapan baru kepada masyarakat di tengah-tengah slogan Indonesia gelap.
*) Penulis adalah Aktifis NU Lampung.