nataragung.id – BANDAR LAMPUNG – Tidak ada yang luar biasa dari pelaksanaan Musyawarah Olahraga provinsi Luar Biasa (Musorprovlub) yang dihelat KONI Lampung pada 26 Juni 2025 lalu. Juga tidak ada penyampaian gagasan dan visi misi dari 2 orang kandidat sebagaimana yang diagendakan, termasuk tidak ada pertanyaan maupun interupsi dari para peserta. Pasalnya, calon yang sejak awal digadang-gadang oleh sebagian besar cabang olahraga dan cabang KONI Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung, H. Faishol Djausal tiba-tiba menyatakan mengundurkan diri dari pencalonan, hanya beberapa menit sebelum tahapan pemilihan berlangsung. Dengan demikian calon hanya tersisa 1 orang, yakni Ir. Taufik Hidayat. Tanpa basa-basi dan tidak ingin membuang waktu, pimpinan sidang langsung menetapkan Taufik Hidayat secara aklamasi sebagai Ketua Umum KONI Lampung masa bhakti 2025 – 2029. Dibalik semua itu, ada pelajaran berharga yang dapat di petik dari Musorprovlub KONI Lampung ini.
Pertama, sikap Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal yang sejak awal menyatakan tidak bersedia menjadi ketua umum KONI Lampung. Iyai Mirza ingin fokus menjalankan tugasnya sebagai Gubernur Lampung. Iyai Mirza juga menyampaikan secara jujur bahwa dalam lima tahun masa kepemimpinannya, alokasi APBD akan diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur, khususnya jalan. Pengurus KONI Lampung kedepan tidak bisa bergantung pada dana dari APBD Lampung, karena kalaupun ada bantuan hanya sebatas dana hibah yang jumlahnya terbatas. Artinya, untuk pembinaan prestasi atlet ke depan menjadi tanggungjawab KONI Lampung dan pengurus cabang olahraga masing-masing. Semoga sikap Gubernur Lampung ini dapat menjadi contoh dan diikuti oleh para Bupati maupun Walikota, khususnya di provinsi Lampung untuk tidak berambisi menjadi ketua KONI di daerahnya. Perlu bertanya pada diri sendiri, apakah dengan menjabat sebagai Kepala Daerah masih memiliki perhatian dan waktu yang cukup untuk mengurus organisasi KONI, mengingat banyaknya tanggungjawab yang harus diselesaikan?
Memang, dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan tidak ada pasal yang secara eksplisit melarang siapapun, termasuk Kepala Daerah, anggota DPR, akademisi, pejabat pemerintahan untuk menjabat sebagai ketua atau pengurus KONI. Kecuali apabila sudah tidak ada orang lain yang layak dan mumpuni untuk mengelola KONI.
Pelajaran berharga kedua, sikap arif dan bijaksana yang ditunjukkan ayah Faishol Djausal dengan menarik diri dari pencalonnya sebagai Ketua Umum KONI Lampung. Meski semua masyarakat Lampung tahu tentang kredibilitas kualitas sosok Faishol Djausal dan diyakini sangat mampu untuk mengemban tugas sebagai Ketua Umum KONI Lampung, tapi secara etika sangat tidak elok, karena beliau merupakan ayah kandung dari Gubernur Lampung. Jangan sampai dalam perjalannya nanti organisasi KONI dimanfaatkan sebagai ‘pintu masuk’ oleh pihak-pihak yang ‘berkepentingan’ dengan Gubernur Lampung. Itulah sebabnya sejak awal saya selalu nyinyir mengingatkan kepada para pihak agar tidak mendorong-dorong ayah Faishol Djausal untuk maju dalam kompetisi. Termasuk pihak yang memanas-manasi Gubernur Lampung Iyai Mirza agar bersedia mengikuti jejak para pendahulunya sebagai Ketua Umum KONI Lampung.
Terpilihnya Taufik Hidayat sebagai Ketua Umum KONI Lampung diharapkan dapat melakukan perubahan dan membawa KONI menjadi organisasi yang benar-benar mandiri, professional dan independen. Pencalonan dirinya sebagai calon Ketua Umum KONI beberapa waktu lalu tentu bukan sekedar iseng dan coba-coba untuk mencari nama, tetapi sudah melalui perhitungan yang matang, termasuk tantangan yang akan dihadapi. Maka Taufik Hidayat harus segera menjawab adanya keraguan yang muncul pasca ditetapkan sebagai Ketua Umum KONI Lampung, apakah dirinya benar-benar akan membawa angin perubahan bagi KONI Lampung ke depan, atau justru melanjutkan pola-pola lama yang semua keputusan ditentukan atas petunjuk dan restu elite, bukan aspirasi komunitas olahraga.
Berbekal pengalaman panjang sebagai mantan birokrat senior yang pernah menduduki jabatan strategis seperti Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Kepala Bappeda Provinsi Lampung, Taufik Hidayat diyakini mampu untuk menjawab berbagai keragu-raguan yang ada. Ditambah lagi dengan rekam jejak yang panjang sebagai praktisi olahraga bela diri karate dan Taekwondo sejak masih di bangku sekolah hingga kuliah di ITB, juga pernah dipercaya menjadi Manager Persatuan Sepakbola Lampung Utara (Persilu) pada tahun 90-an dan menjabat sebagai wakil ketua di kepengurusan cabor PBVSI Lampung.
Disadari bahwa untuk menjadikan KONI Provinsi Lampung lebih maju tidak mungkin dapat terwujud hanya oleh satu orang Ketua Umum, tapi harus di dukung kepengurusan yang kuat dengan melibatkan para pihak yang berkompeten dan memiliki integritas, khususnya insan olahraga. Untuk selanjutnya bekerja secara kolektif dan berkolaborasi untuk saling menguatkan. Kepengurusan yang kuat dan berintegritas menjadi penting, terlebih dengan telah terbitnya Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga (Permenpora) Nomor 14 Tahun 2024 yang menuntut KONI harus bekerja keras dalam mencari dana.
Selama ini pendapatan dana yang diperoleh KONI paling banyak atau paling besar berupa hibah dari APBD yang dipergunakan untuk membiayai semua kegiatan, termasuk pemberian gaji kepada tenaga professional. Kedepan, setelah Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 diberlakukan secara efektif, maka berdasarkan Pasal 16 ayat (5), tenaga profesional dapat diberikan kompensasi berupa gaji yang bersumber dari pendanaan organisasi di luar dari bantuan pemerintah atau hibah anggaran dari sumber APBN maupun APBD. Artinya organisasi olahraga prestasi hanya dapat memberikan gaji kepada tenaga profesional dengan dana yang berasal dari sponsor, kegiatan industri olahraga, iuran anggota, CSR, atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
Dengan adanya Pasal 16 ayat (5) Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 tersebut, tentu akan menimbulkan permasalahan baru bagi organisasi olahraga prestasi di daerah-daerah, karena tidak semua organisasi olahraga prestasi di daerah dengan mudah mendapatkan bantuan sponsor ataupun sejenisnya dari pihak luar. Hal lain yang tidak kalah berat, adanya Pasal 16 ayat (3) Permenpora Nomor 14 Tahun 2024, dimana untuk mendukung tugas operasional di bidang kesekretariatan dapat ditunjuk/diangkat tenaga profesional melalui proses rekrutmen. Tenaga professional yang telah memenuhi kualifikasi, maka akan diangkat menjadi pekerja pada organisasi olahraga berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dengan isi perjanjian kerja sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Tujuannya agar para tenaga profesional tersebut bekerja sebagaimana aturan yang berlaku dan hak-haknya harus terpenuhi atau terwujud tanpa melanggar aturan yang berlaku. Ini salah satu dari sekian banyak tugas berat yang menghadang dan menjadi tantangan bagi kepengurusan KONI Provinsi Lampung ke depan. Seberat apapun tantangan, KONI harus menjadi organisasi yang mandiri dan dikelola secara professional. Salam Olahraga !!!
*) Penulis adalah Pemerhati Olahraga, Mantan Pengurus KONI Provinsi Lampung